Tak ada keajaiban yang terjadi di laga leg kedua babak 16 Besar Liga Champions antara Real Madrid versus Liverpool, Kamis (16/3). Yang ada justru beberapa fakta bahwa Klopp terbilang inferior setiap kali berjumpa Madrid, tim-tim Spanyol, dan juga Carlo Ancelotti.
Sebelum laga, Klopp menuturkan bahwa kecil peluang Liverpool – hanya berkisar 1% – untuk bisa membalikkan agregat 2-5 di Santiago Bernabeu. Meski begitu, ia mengaku tetap mempersiapkan strategi khusus untuk mewujudkan harapan tersebut.
Secercah harapan muncul di awal-awal laga. Sayang bagi The Reds, Darwin Nunez gagal memaksimalkan umpan Mohamed Salah untuk menjadi gol. Padahal, gol cepat menjadi salah satu jalan untuk mewujudkan misi.
Setelah peluang itu, Madrid justru lebih mengontrol laga. Menurut Flashscore, El Real mencatatkan persentase penguasan bola 55% berbanding 45% di kedua babak.
Gol tunggal yang dicetak Karim Benzema seakan hanya urusan waktu. Madrid menang 1-0. Hasil yang akhirnya membuat Klopp tak terlalu tertarik membicarakan skenario awalnya.
“Dalam kondisi mengejar agregat 2-5, Anda butuh momen. Ada secercah harapan jika kami bisa mencetak gol cepat di babak pertama, tapi itu pun hanya hipotesis semata, tak ada yang pernah tahu,” ujar Klopp dalam sesi jumpa pers usai laga.
“Tentu saja kami tak ingin sekedar datang ke Bernabeu tanpa berharap apa-apa. Kami sudah mempersiapkan strategi khusus, namun gagal menerapkannya di lapangan.Jadi, jelas bahwa tim yang lebih baguslah yang lebih layak lolos ke babak berikutnya,” lanjut Klopp dilansir Sky Sports.
Berikut lima fakta menarik yang mengiringi keberhasilan Madrid dalam menjerumuskan Klopp dan pasukannya.
- Si Merah santapan empuk Si Putih
Kemenangan tipis 1-0 Madrid atas Liverpool ini tak hanya meloloskan Los Blancos ke perempat final, tapi juga menambah catatan buruk sang lawan – khususnya di era Klopp – setiap kali berhadapan dengan mereka.
Menurut Squawka, ini merupakan kemenangan kelima Madrid atas Liverpool sejak era Kloop dan tak ada tim lain yang mampu menaklukkan Liverpool sebanyak itu sebelumnya.
Dari lima kemenangan Madrid tersebut, empat di antaranya berlangsung di fase gugur (knockout) dan mirisnya lagi, dua di antaranya lahir di partai puncak, yakni final musim 2017/18 dan 2021/22. Dua lainnya terjadi di perempat final musim 2020/21 dan 16 Besar 2022/23 (musim ini).
Catat pula bahwa kekalahan agregat 2-6 Liverpool dari Madrid juga menjadi kekalahan dengan margin agregat terbesar mereka di ajang Liga Champions.
2. Tak berdaya di tangan tim-tim Spanyol dan Carlo Ancelotti.
Kekalahan Liverpool semalam juga semakin menegaskan ketidakberdayaan mereka dalam beberapa tahun terakhir setiap kali berjumpa wakil-wakil Spanyol dan juga bersua tim besutan Carlo Ancelotti.
Berdasarkan data Opta, dari enam eliminasi Liverpool era Klopp pada fase gugur di kancah Eropa, seluruhnya dihadirkan oleh tim-tim Spanyol. Selain empat kekalahan dari Madrid, The Reds juga sempat takluk 1-3 dari Sevilla di final Liga Europa 2015/16 dan kalah agregat 1-3 dari Atletico Madrid di perempat final Liga Champions 2020/21.
Selain itu, Liverpool juga belum pernah menang di enam laga terakhir kontra tim yang diasuh Carlo Ancelotti. Baik ketika pelatih asal Italia itu masih menangani Everton (0-0, 2-2, dan 0-2), mau pun melatih Madrid (0-1, 2-5, dan 0-1).
3. Vini mimpi buruk Arnold
Bicara teknis, kemenangan Madrid memang lahir berkat gol tunggal Benzema. Namun, sumber ancaman lain Los Blancos malam itu adalah Vinicius Junior.
Setidaknya, demikianlah menurut data statistik Squawka. Akselerasi dan tusukan winger Brasil tersebut ibarat menjadi mimpi buruk bagi full-back kanan Liverpool, Trent Alexander-Arnold.
TAA tercatat enam kali dilewati lawan dan jumlah itu merupakan yang terbanyak di antara seluruh pemain yang berlaga di ajang Liga Champions tengah pekan ini. Dari enam kegagalan TAA menghadang akselerasi lawan tersebut, lima di antaranya datang dari Vinicius.
Situs Whoscored hanya memberikan nilai 6,1 untuk rating penampilan TAA. Nilai itu merupakan yang terendah kedua (setelah Diogo Jota/5,9) dari starting line-up The Reds.
Bandingkan dengan nilai 7,9 yang diraih Vinicius. Nilai tersebut setara dengan rating penampilan Benzema dan Thibaut Courtois, yang sekaligus membuât ketiganya meraih nilai rating penampilan tertinggi.
4. Serba 100% akurat
Selain Vinicius, Benzema, dan Courtois, beberapa pilar Madrid juga menorehkan impresif di daftar statistik individual. Dua nama lain yang mencuat adalah Toni Kroos dan Eduardo Camavinga.
Kita mulai dari Kroos. Gelandang Jerman itu menorehkan nilai sempurna (100%) dalam hal akurasi tembakan dan take-ons completed. Selain itu, akurasi umpannya juga mencapai 89%.
Dalam hal bertahan, Kroos juga lima kali memenangi duel perebutan bola, lima kali merebut penguasaan bola lawan, dan dua kali tekel sukses.
Berikutnya adalah Camavinga. Gelandang muda Prancis itu juga menorehkan nilai sempurna (100%) dalam hal akurasi tembakan, umpan jauh, dan take-ons completed.
Hampir mirip dengan Kroos, Camavinga juga bagus saat bertahan lewat catatan lima kali menghentikan penguasaan bola lawan, empat kali memenangi duel, dua kali sapuan bersih, dan satu kali intersep krusial.
Performa bagus Kroos dan Camavinga beserta Luka Modric di lini tengah Madrid, khususnya dalam mengatur tempo permainan, setidaknya menahan ambisi Liverpool yang tampil dengan formasi ofensif lewat penampilan kwuartet Nunez, Salah, Jota, dan Cody Gakpo, sejak menit awal.
5. Sinar gemerlap Benzema
Gol tunggal yang dicetak Benzema juga berarti banyak hal dalam kaca mata statistik. Pasalnya, gol tersebut menjadi koleksi gol ketujuhnya ke gawang Liverpool yang sekaligus menjadikannya sebagai pembobol gawang The Reds terbanyak di berbagai ajang Eropa.
Jika dikalkulasi sejak musim lalu, Benzema juga berarti telah berkontribusi sebanyak 10 gol (8 gol dan 2 assist) dari tujuh penampilannya kontra tim-tim Premier League.
View this post on Instagram
.