Timnas U-22 Indonesia berhasil keluar sebagai juara di SEA Games 2023 Kamboja usai mengalahkan Thailand di Stadion National Olympic, Phnom Penh, Kamboja, Selasa (16/5) dengan skor telak 5-2.
Kemenangan Indonesia menjadi yang pertama kali sejak 32 tahun lalu. Terakhir kali Indonesia meraih medali emas adalah pada SEA Games edisi 1991.
Saat itu Indonesia juga sukses mengalahkan Thailand, namun melalui babak adu penalty 4-3. Pada waktu normal, Indonesia bermain imbang dengan Thailand 0-0.
Keberhasilan itu tentu saja berkat jerih payah para pemain dan juga taktik jitu dari pelatih timnas U-22 Indonesia, Indra Sjafri. Namun demikian, Indra Sjafri pun tentunya tidak sendirian, ia dibantu meracik taktik oleh tiga asistennya.
Uniknya, ketiga asisten Indra Sjafri itu ternyata mantan pemain sepak bola dengan nama besarnya dan juga merupakan pemain jebolan dari akademi di Eropa. Ketiga asisten tersebut adalah Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti, dan Eko Purjianto.
1. KURNIAWAN DWI YULIANTO
Pemain yang mempunyai ciri khas kepala pelontosnya ini dahulunya merupakan pemain yang cukup fenomenal pada masanya. Tidak aneh juga karena, pria yang lahir di Magelang, 13 Juli 1976 itu pernah menimba ilmu di Eropa.
Kurniawan Dwi Yulianto merupakan salah satu pemain jebolan PSSI Primavera, program pengembangan bakat PSSI yang dilakukan di Italia. Sebagai pemain yang berposisi sebagai penyerang, insting mencetak golnya sangat baik.
Bahkan berkat permainan apiknya bersama PSSI Primavera, membuat salah satu klub Italia, Sampdoria kepincut dengan performa Kurniawan di atas lapangan. Ia pun diambil oleh Sampdoria untuk memperkuat tim mudanya.
Kesempatan Kurniawan Dwi Yulianto masuk ke tim utama Sampdoria didapat saat Il Samp melakukan tur pramusim ke Asia, termasuk Indonesia. Kurniawan Dwi Yulianto saat itu diikutsertakan dan juga mendapat kesempatan dilatih oleh Sven Goran Eriksson dan berlatih bersama pemain seperti Roberto Mancini,Vladimir Jugovic, David Platt dan Attilio Lombardo.
Kedatangan Kurniawan dan Sampdoria ke Indonesia kala itu memecahkan rekor penonton di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, pada 8 Mei 1994. Sekitar 100.000 penonton membanjiri stadion terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Sayangnya, Kurniawan Dwi Yulianto yang masih berusia 17 tahun gagal menembus tim utama Sampdoria dan gagal debut di Serie A karena ia tak dimasukkan ke dalam skuad utama.
Demi mengembangkan kariernya, ia pun berpindah ke Swiss untuk memperkuat FC Luzern, tim yang bermain di divisi tertinggi Liga Swiss. Di sana ia bermain di tim utama dan menorehkan 3 gol dari 12 pertandingan yang dijalaninya di musim 1994-1995.
Bertahan satu musim, pada tahun 1995 ia pulang ke Indonesia untuk meneruskan kariernya.
Kurniawan Dwi Yulianto juga menjadi pemain Indonesia pertama yang pernah bermain di Piala Intertoto di Liga Eropa kala itu.
Untuk kariernya di timnas Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto sudah bergabung sejak tahun 1995 dan berakhir di tahun 2005.
Ia pun mengakhiri kariernya di tahun 2013 saat usianya menginjak 37 tahun. Selepas itu ia pun menlanjutkan kariernya menjadi pelatih.
Untuk karier kepelatihannya, ia memulainya pada tahun 2018 saat menjadi asisten pelatih dari Bima Sakti. Ia juga sempat menjadi pelatih kepala Sabah FC di Liga Malaysia.
Terbaru pada 2022, ia ditunjuk menjadi asisten pelatih Como FC, tim yang berlaga di Serie B Italia.
2. BIMA SAKTI
Sama seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti juga merupakan pemain jebolan dari PSSI Primavera. Uniknya, Bima Sakti menjadi salah satu pemain yang juga diminti oleh Sampdoria Primavera.
Saat itu ada tiga pemain yang akhirnya pindah ke Sampdoria Primavera. Selain Kurniawan Dwi Yulianto dan Bima Sakti, penjaga gawang, Kurnia Sandy juga diambil oleh Sampdoria Primavera.
Namun sayangnya, ketiganya gagal melakukan debut bersama Sampdoria di Serie A karena tidak dimasukkan ke tim utama. Usai dari Sampdoria Primavera, Bima Sakti melanjutkan kariernya di Indonesia.
Dalam kariernya, ia banyak menghabiskan waktu di Persema Malang. Tujuh tahun lamanya ia bermain untuk tim berjulukkan Bledeg Biru.
Untuk kariernya di timnas Indonesia, ia memulainya pada tahun 1995 sampai 2001. Uniknya, berbeda dengan Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti baru mengakhiri karier bermainnya di tahun 2016, saat usianya menginjak 41 tahun.
3. EKO PURJIANTO
Pria kelahiran Semarang, 1 Februari 1976 ini nmerupakan jebolan dari Italia juga, namun bukan bersama PSSI Primavera, melainkan PSSI Barreti. Sebetulnya baik Primavera maupun Baretti sama saja, hanya berganti nama.
PSSI Baretti merupakan lanjutan dari Primavera yang pada saat itu mengikuti Lega Calcio Baretti. Karena kompetisinya bernama Baretti akhirnya PSSI pun mengganti nama program mereka mengikuti kompetisi di Italia pada saat itu.
Sama seperti Bima Sakti, Eko Purjianto tidak melanjutkan kariernya di Eropa. Setelah selesai di PSSI Baretti, ia melanjutkan kariernya di Indonesia.
Eko Purjianto juga sempat menjadi bagian dari timnas Indonesia pada tahun 1999-2001. Setelah mengakhiri karier bermainnya di tahun 2007, ia melanjutkan kerier di dunia kepelatihan.
Karier kepelatihannya pun di mulai saat menjadi asisten pelatih PSIS Semarang pada tahun 2010. Selain PSIS Semarang, ia juga pernah menjadi asisten pelatih di timnas U-19 Indoenesia dan Bali United.
Terbaru ia menjabat sebagai asisten pelatih Persis Solo pada Liga 1 2022/2023.