Federasi sepak bola Indonesia (PSSI) telah resmi bekerja sama dengan federasi sepak bola Jepang (JFA) dalam beberapa hal. Ketua Umum PSSI, Erick Thohir dan President of Japan Football Association (JFA) Tashima Kohzo pun telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU).
Penandatangan MoU antara PSSI dan JFA tersebut dilaksanakan di Prince Takamado Memorial JFA YUME Field, Chiba, Jepang, Senin (22/5). Nantinya setidaknya akan ada tiga poin yang disepakati kedua federasi.
Poin pertama, PSSI dan JFA akan bekerja sama dalam pengembangan tim sepakbola Putri. Seperti diketahui, sepak bola Putri Jepang merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Bahkan mereka pernah menjadi juara di Piala Dunia pada 2011 lalu.
Nantinya akan ada pengembangan guna meningkatkan sepak bola putri di Indonesia. “Saya sudah meminta ada pelatih yang didatangkan dari Jepang, untuk bekerja sama dan bisa melatih di Indonesia,” ujar Erick.
Poin kedua, baik PSSI dan JFA akan mendorong untuk dilakukannya benchmarking dalam hal manajemen timnas. Tujuannya adalah mendapatkan masukan tentang bagaimana tim nasional sepakbola Indonesia dapat dikembangkan.
Tidak hanya itu, benchmarking juga akan dilakukan di antar liga masing-masing negara termasuk level tertinggi mereka, Liga 1 dan J-League.
Dan yang ketiga, terkait dengan masalah perwasitan. Nantinya PSSI akan menggandeng JFA untuk memberikan dukungan perwasitan, termasuk mengirimkan wasit-wasit terbaik mereka ke Indonesia.
“Kita akan menggunakan wasit Jepang. Kita sedang tunggu nama-namanya. Dengan jalan ini kita berusaha perwasitan kita akan semakin baik,” tegas Erick.
Dengan adanya kerja sama ini, Erick Thohir berharap dapat mendorong sepak bola Indonesia menjadi lebih baik lagi. “Ini adalah bagian pembangunan sepakbola Indonesia yang kita inginkan. Dengan liga yang berkualitas kita dapat menciptakan pemain dan tim nasional yang berkualitas juga,” tutupnya.
IRONI SEPAK BOLA INDONESIA
Kerja sama antara PSSI dan JFA tentu saja menjadi kabar yang menggembirakan. Terlebih sepak bola Jepang merupakan salah satu yang terbaik di Asia.
Kerja sama yang dibangun pun tentunya diharapkan dapat mendorong sepak bola Indonesia ke arah yang lebih lagi. Meski begitu, ada kisah ironi di balik kerja sama antara PSSI dan JFA.
Kisah ironi tersebut tak lepas dari sejarah kedua negara. Tepatnya pada tahun 1979. Saat itu Jepang pernah mengirimkan delegasinya untuk ‘berguru’ ke Indonesia tentang bagaimana cara mengembangakan kompetisi di sepak bola.
Pada masa itu, kompetisi di Indonesia masih semi-profesional dan diberi nama Galatama. Sedangkan di Jepang, kompetisi pada saat itu layaknya kompetisi antar perusahaan di mana klub dimiliki oleh perusahaan dan pemainnya pun karyawan dari perusahaan tersebut.
Usai ‘berguru’ ke Indonesia dan mengembangkan ilmunya soal bagaimana mengadakan kompetisi yang baik, justru pada tahun 1993 Jepang sudah mulai meninggalkan Indonesia. Pada tahun tersebut Jepang memperkenalkan J-League, sebuah kompetisi yang dibalut dengan cara profesional. Perubahan pun dilakukan, dari yang sebelumnya perusahaan sebagai pemilik klub, menjadi sponsor utama klub.
Pemain yang sebelumnya karyawan perusahaan, menjadi terbuka untuk siapapun. Meskipun sebelumnya Jepang sudah banyak mendatangkan pemain asing ke sana. Bahkan pemain sekaliber dunia seperti Zico, Gary Lineker, dan Dragan Stojkovic pun pernah berkarier di Jepang.
Setelah terus melakukan banyak perubahan, barulah hal tersebut terasa tujuh tahun setelah J-League diperkenalkan. Pada tahun 1998, Jepang berhasil lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya.
Bahkan dengan tak hentinya berkembang, salah satu yang terus dikembangkan Jepang adalah pembinaan di usia dini, sejak tahun 1998 Jepang tidak pernah absen mewakili Benua Asia di Piala Dunia. Tak salah juga jika menyebut Jepang merupakan Macan Asia di kancah sepak bola saat ini.
SEPAK BOLA PROFESIONAL DI INDONESIA
Jika melihat perkembangan sepak bola Jepang, tentu saja tak salah jika kebanyakan pecinta sepak bola di Indonesia merasa iri. Mereka berkembang cukup pesat, sampai bisa berbicara di kancah dunia.
Seolah ketertinggalan sepak bola Indonesia sudah terlalu jauh dengan Jepang. Bahkan pada tahun 2002 Jepang sudah menjadi tuan rumah untuk gelaran Piala Dunia. Mereka bisa bersaing sampai babak 16 besar saat itu.
Berbeda dengan Indonesia yang sudah lama sekali tidak mentas di Piala Dunia. Terakhir adalah pada tahun 1938, itu pun masih bernama Hindia-Belanda, bukan Indonesia. Jangankan mentas di Piala Dunia, juara Piala AFF di level senior pun masih belum bisa diraih sampai sekarang.
Padahal Indonesia memiliki populasi lebih dari 273,8 juta orang. Berbeda dengan Jepang yang hanya memiliki populasi 125,7 juta orang, tetapi sudah bisa berbicara banyak di pentas dunia.
Jika Jepang sudah mempunyai kompetisi profesional sejak 1993, untuk kompetisi domestik Indonesia, baru menggelar kompetisi sepak bola profesional pada tahun 2008, atau 15 tahun setelah Jepang. Saat zaman Indonesia Super League (ISL).
Sebelumnya pada edisi Divisi Utama, meskipun sudah berjalan seperti profesional, tim yang ikut serta masih menggunakan dana APBD dalam keberlangsungannya di kompetisi. Makannya masih belum bisa disebut profesional.
Baru di edisi ISL, setiap tim wajib menggunakan dana sendiri dan tidak boleh lagi menggunakan dana APBD. Saat itu seluruh tim diseleksi sangat ketat oleh PSSI. Bagi tim yang akan berpartisipasi di ISL, harus memenuhi standar stadion, aspek finansial, dan profesionalitas yang sudah ditentukan oleh PSSI. Dari situlah awal mula profesionalitas di sepak bola Indonesia bertahan sampai sekarang.
Jika melihat jejak antara PSSI dan JFA, maka tak salah jika disebut sebuah ironi. Pasalnya dulu Jepang sempat ‘berguru’ ke Indonesia, sekarang justru Indonesia yang berguru ke Jepang. Entah Jepang yang berkembang terlalu pesat, atau justru Indonesia yang sulit berkembang.
Yang pasti, dengan kerja sama yang dibangun antara PSSI dan JFA, harapannya sepak bola Indonesia dapat lebih baik lagi ke depannya. Selain itu, semoga saja sepak bola Indonesia dapat berbicara di kancah dunia dan semakin berprestasi.