PSSI melalui Arya Sinulingga merespons kericuhan yang terjadi di Semarang antara suporter Persib Bandung dan suporter PSIS Semarang di pekan kesembilan Liga 1 2023/24, Minggu (20/8). Kericuhan tersebut sempat membuat tribun timur di Stadion Jatidiri, Semarang terlihat dipenuhi banyak orang yang mencoba melerai kericuhan kedua kubu suporter.
Kejadian itu juga sempat terlihat di televisi saat pertandingan berlangsung. Bahkan, asap sempat keluar dari tempat kericuhan kedua suporter.
Walaupun tidak menimbulkan korban jiwa, namun hal tersebut tentu saja tidak bisa dibenarkan. Seakan tragedi Kanjuruhan tidak cukup untuk mengingatkan kisah tragis sepak bola Indonesia.
Menurut Arya Sinulingga, PSSI sangat menyayangkan terjadinya kericuhan. Padahal pihaknya juga sudah menerepakan peraturan jika suporter lawan dilarang hadir di stadion.
“Kami menyayangkan kejadian di Semarang. Kami semua harus bersama-sama bekerja sama dari seluruh elemen sepakbola baik itu PSSI, PT LIB, klub, dan suporter,” kata anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Arya Sinulingga di forum wartawan, Senin (21/8).
TRANSISI
Ditambah lagi saat ini PSSI tengah dalam masa transisi untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu, kericuhan yang terjadi di Semarang dapat mencoreng sepak bola Indonesia.
Pria berusia 52 tahun itu meminta kepada suporter agar bersabar dan menahan diri untuk tidak melakukan kunjungan ke stadion tim lain. Ke depannya ia berharap agar tidak ada lagi kericuhan yang terjadi di sepak bola Indonesia.
“Keputusan transisi oleh PSSI setelah mendapatkan arahan FIFA bahwa penonton tandang itu tidak boleh datang harus sudah dilakukan sama-sama. Seluruh suporter juga harus tahan diri supaya tidak datang ke kandang lawan,” ujar Arya.
FIFA
Selain itu, yang membuat kompetisi harus berjalan lancar tanpa adanya kerusuhan adalah karena FIFA. Arya Sinulingga menyatakan jika saat ini FIFA sudah berkantor di Indonesia.
Untuk itu, apa pun yang terjadi dengan sepak bola Indonesia tentu saja akan sampai ke FIFA. Ia meyakinkan jika ingin membangun kompetisi yang baik, maka semua pihak harus bekerja sama.
“Harus diingat, FIFA sudah ada di Indonesia. Mereka berkantor di Indonesia dan melihat semua kejadian. Sangat transparan bagi mereka dengan apa yang terjadi,” imbuh Arya.
“Ayolah teman-teman suporter, klub, PT LIB, dan kami harus bersama-sama untuk mengubah diri. Tidak bisa saling menyalahkan.
“Mari kita membuat sadar bahwa masih ada kejadian seperti ini. Ini jelas bukan karena larangan suporter tamu,” paparnya.
BADAN HUKUM
Selain itu, Arya Sinulingga menegaskan perlu adanya perubahan dalam hal suporter. Sesuai dengan transformasi sepak bola Indonesia dan Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan Pasal ke-55, nantinya suporter perlu berbadan hukum.
Diperlukannya suporter berbadan hukum agar dapat meminimalisir sesuatu yang tidak diinginkan. Salah satunya yaitu kericuhan antar suporter.
“Sebab, itu menjadi bagian dari transformasi sepak bola Indonesia dan sesuai dengan undang-undang. Nanti semua suporter itu akan direkomendasikan oleh klub-klubnya.
“Jadi, tanpa langkah-langkah awal ini, maka kita tidak bisa memajukan sepak bola,” tutup Arya Sinulingga.