Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong memiliki penilaiannya tersendiri soal target juara untuk timnya di kancah Asia Tenggara. Menurutnya hal tersebut masih jauh dari kata layak.
Shin Tae-yong menyoroti perihal kompetisi dalam negeri yang belum bisa bersaing dengan negara Asia Tenggara lainnya. Ia menilai selama ini timnas Indonesia selalu gagal di kancah sepakbola Asia Tenggara karena peringkat Liga Indonesia yang masih jauh dari posisi tiga besar.
Bagi yang tidak tahu, menurut data dari AFC dan juga Footy Ranking, Liga Indonesia berada di urutan keenam di Asia Tenggara. Saat ini liga terbaik di Asia Tenggara dipimpin oleh Thailand yang menduduki peringkat ke-8 Asia dengan poin 49.546.
Thai League sukses menggeser Malaysia dengan kompetisi bernama Malaysia Super League. Pengelolaan liga yang baik tentu saja membuatnya bisa masuk 10 besar di Asia dan menjadi negara terbaik se-ASEAN.
Indonesia sendiri menempati urutan ke-27 di Asia dan posisi ke-6 di Asia Tenggara dengan poin 14.589 yang selisihnya jauh jika dibandingkan dengan Thailand, Malaysia dan Vietnam.
Posisi liga Indonesia di Asia Tenggara saat ini hanya lebih baik dari Myanmar, Kamboja, Laos, Brunei Darussalam dan Timor Leste.
“Dibanding Vietnam dan Thailand, kita jauh terbelakang. Liga 1 saja ada di peringkat enam di Asia Tenggara, lalu bagaimana kita bisa juara di ASEAN? Bukankah selama ini pemikirannya salah,” ujar Shin Tae-yong dikutip dari Tempo, Selasa (20/2).
Shin Tae-yong sendiri menilai kalau sebaiknya Indonesia lebih dahulu fokus memperbaiki kompetisi. Terlebih lagi, kondisi para pemain pun belum bisa dibilang baik.
Menurutnya banyak faktor yang harus diperbaiki, dari mulai kompetisi lokal, kedisiplinan sampai fisik pemain. Ia sangat menyoroti kebiasaan pemain dalam melakukan protes kepada wasit.
Selama menangani timnas Indonesia, Shin Tae-yong tahu betul kebiasaan kurang baik para pemainnya. Protes itu juga yang membuat menit efektif pertandingan berkurang.
Efektifitas permainan pun pada akhirnya berpengaruh ke fisik para pemain. Pasalnya semakin sedikit efektifitas bermain, semakin tidak terasah fisik pemain yang ada.
“Liga yang baik itu biasanya (playing time) 60 menit. Coba Indonesia berapa? Hanya 35 menit, berbeda 25 menit. Jadi Anda bisa tahu seperti apa fisik pemain saat pertandingan itu seburuk apa. Jadi, pemain tidak bisa mengikuti tempo pertandingannya,” ucap mantan pelatih Korea Selatan tersebut.
“Dengan adanya pengetahuan seperti ini, penggemar harus bisa lebih paham. Media juga selalu bertanya kenapa Indonesia tidak bisa juara, padahal memang tidak ada landasan yang dimiliki untuk menjadi juara,” ujar Shin Tae-yong menegaskan.
Ke depannya, Shin Tae-yong berharap sepakbola Indonesia dapat berkembang. Terlebih lagi soal kompetisi lokal.
Ia mengakui butuh waktu lama bagi Indonesia untuk bisa berada di level seperti Korea Selatan dan Jepang. “Namun, Indonesia memiliki potensi untuk menuju ke arah sana,” katanya.
Selain itu, pelatih berusia 53 tahun tersebut sebetulnya menyadari bahwa piala begitu penting untuk Indonesia. Namun sebagai pelatih yang pernah beraksi di Piala Dunia, AFC (Piala Asia) lebih penting dibandingkan Piala AFF.
“Saya tidak memikirkan AFF, tetapi lebih memikirkan AFC. Itu mimpi besar saya biar sepak bola Indonesia berkembang di Asia,” ujar dia.
View this post on Instagram