Maraknya pembicaraan di media sosial tentang jersey tim nasional Indonesia dengan merek ERSPO yang menggantikan MILLS sebagai penyedia jersey dan apparel tim nasional sebelumnya benar-benar tak terduga karena terjadi berbagai drama. Mulai dari masalah merek, desain, hingga desainer, bahkan muncul tagar #boikoterspo yang masih terus berlanjut hingga saat ini. Klarifikasi terbaru dari Muhammad Saddad (CEO & founder Erspo) dan Marsal Irwan Masita (managing director Garuda Sepakbola Indonesia), diikuti oleh pernyataan Ketua Umum PSSI Pak Erick Thohir menandakan bahwa ini adalah hal yang mendesak dan penting untuk diluruskan atau diklarifikasi.
Saya tidak akan membahas kekisruhan itu, namun saya melihat bahwa dalam kepengurusan saat ini, ada transparansi mengenai angka-angka perjanjian yang disampaikan kepada publik. Meskipun saya tidak tahu seberapa akuratnya, hal ini merupakan langkah positif.
Dalam hal jersey, terdapat angka 16,5 miliar yang merupakan nilai penawaran dari Saddad (sebelumnya Erigo menjadi Erspo), mengalahkan tawaran dari merek lain yang disebutkan Pak Ketua Umum sebelumnya sebesar 4 – 8 milyar cash, dengan tambahan penyediaan jersey dan turunannya senilai 21 miliar, serta royalti 7% per penjualan untuk Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki oleh PSSI.
Ini merupakan hal yang sebelumnya tidak kita ketahui secara jelas, seperti bagaimana bentuk kerjasama dan penentuan pemenangnya dalam urusan jersey tim nasional. Apakah timnas juga mendapatkan nilai cash sebagai bagian dari kesepakatan komersial dan keuntungan lainnya, ini adalah hal yang saya nilai baik.
Selain itu, pada bulan Januari 2024, terjadi kesepakatan dengan pemegang hak siar timnas untuk tahun ini berganti dari MNC Group menjadi MTEK Group dengan nilai sekitar 75 miliar rupiah, meningkat dari sebelumnya sekitar 56 miliar. Ini juga merupakan hal yang saya anggap baik, mengingat antusiasme masyarakat yang tinggi dalam mendukung tim nasional, baik melalui televisi maupun stadion.
Dua sumber pemasukan ini menjadi dasar bagi timnas dalam menjalankan segala kegiatan mereka di tahun ini, termasuk turnamen Piala Asia u23 yang akan dimulai pada tanggal 15 April ini.
Saya juga ingin menyoroti pengumuman relaunching PT GSI pada bulan Juni 2023, yang memiliki 95 persen saham PSSI dan memberikan 5 persen saham kepada Yayasan dengan target pemasukan sebesar 260 miliar rupiah. Ini menunjukkan bahwa PT GSI harus dapat memonetisasi dari sumber-sumber pendapatan lainnya, di luar Hak Siar dan Apparel timnas.
Biasanya, pendapatan lainnya berasal dari penjualan tiket penonton saat timnas bermain di Indonesia, baik dalam pertandingan resmi, pertandingan persahabatan, maupun pertandingan eksebisi, termasuk saat kita mengundang tim dari luar seperti saat mendatangkan Argentina, meskipun akhirnya Messi tidak ikut datang ke Jakarta.
Saya berharap keterbukaan yang ditunjukkan akan konsisten dan dapat menjawab rasa ingin tahu masyarakat Indonesia yang sangat kritis terhadap timnas. Meskipun secara hukum PT ini bukanlah perusahaan terbuka, tingginya rasa memiliki dari masyarakat dan kontribusinya dalam membeli jersey, tiket pertandingan, membuat kita semua ingin tahu tentang kebutuhan, pengumpulan, dan penggunaannya.
Sebagai mantan pengurus di Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), saya berpikir bahwa saatnya bagi APPI untuk membahas hal-hal yang sebelumnya dianggap “tabu” oleh pemain tim nasional Indonesia. Di negara lain, komersialisasi timnas telah dilakukan dengan sukses.
Apa yang akan saya tulis dalam tulisan selanjutnya? Jika jebreeeteam ingin tahu, beri tahu kami di kolom komentar. Saya yakin akan ada beragam pendapat di antara pecinta sepakbola di Indonesia.
Terima kasih atas perhatiannya, dan izinkan saya mewakili jebreeetmedia group mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri, Mohon maaf lahir dan bathin.
RVS
CEO Jebreeetmedia Group