Mantan striker asing PSIS Semarang, Victor Carvalho, secara terbuka mengecam manajemen Mehasa Jenar usai haknya sebagai pemain tak dipenuhi. Sebagaimana keterangannya, PSIS Semarang tidak membayarkan haknya. Bahkan ia menilai kalau manajemen tidak serius menyelesaikan kewajiban pembayaran hak pemain.
Hal ini pun tentunya menambah kesulitan PSIS Semarang di musim ini. Pasalnya mereka pun tengah berusaha untuk bisa keluar dair zona degradasi.
LEWAT HUKUM
Victor Carvalho mengungkapkan bahwa sejak mengalami cedera, ia terus berupaya berkomunikasi dengan manajemen PSIS. Namun respons klub justru mengecewakan. Bahkan setelah dirinya berbicara kepada publik, manajemen justru lebih memilih untuk menempuh jalur hukum.
“Ya. Sejak saya mengalami cedera, saya terus berupaya untuk menghubungi PSIS Semarang terkait kewajiban finansial mereka terhadap saya. Alih-alih memenuhi kewajiban kontraktual mereka, klub memilih untuk melibatkan penasihat hukum untuk menunda pemenuhan kewajiban, dengan mengutamakan manuver hukum daripada penyelesaian secara langsung dan damai,” tegas Victor dikutip dari wawancara eksklusif bersama Bola.com.
Kasus ini akhirnya dibawa ke FIFA dan CAS, yang menjatuhkan sanksi larangan transfer kepada PSIS. Namun menurut Victor Carvalho, klub tetap bersikap tidak profesional.
“Saat ini, masalah tersebut telah mencapai kesimpulan, dengan FIFA dan Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) telah secara resmi memberi tahu klub tentang larangan transfer yang dijatuhkan dan finalitas kasus tersebut. Meskipun telah menegakkan tindakan disipliner tersebut, klub tetap menunjukkan itikad buruk.”
TAK BERSUNGGUH-SUNGGUH
Victor mengaku telah berulang kali berkomunikasi dengan manajemen PSIS sejak mengalami cedera untuk menyelesaikan masalah pembayaran hak-haknya. Namun, alih-alih memenuhi kewajiban kontraktual, klub justru melibatkan penasihat hukum untuk menunda penyelesaian.
“Alih-alih menangani masalah tersebut dengan itikad baik, PSIS Semarang menggunakan strategi hukum yang bertujuan untuk menunda atau menghindari pembayaran. Mereka tidak menunjukkan niat yang sungguh-sungguh untuk terlibat dalam pembicaraan penyelesaian dan tindakan mereka mencerminkan pengabaian yang jelas terhadap kewajiban kontraktual dan peraturan mereka.”
BACA JUGA: Nova Arianto Bicara Soal Persiapan Timnas U-17 Indonesia untuk Piala Dunia U-17 2025
DITOLAK MENTAH-MENTAH
Victor mengungkapkan bahwa dirinya sempat bersedia memberikan kelonggaran dengan menerima rencana pembayaran cicilan. Namun, PSIS justru menolak klausul penalti yang diajukan sebagai bentuk perlindungan hak pemain.
“Ya. Dalam upaya menyelesaikan masalah ini secara damai, saya menunjukkan fleksibilitas dan terbuka untuk menegosiasikan rencana pembayaran terstruktur. Namun, penasihat hukum saya, untuk melindungi hak-hak saya, secara wajar memasukkan klausul penalti jika terjadi ketidakpatuhan di masa mendatang.”
“Klub menolak persyaratan tersebut, berupaya mengurangi jumlah yang terutang sambil menolak menerima pertanggungjawaban apapun jika terjadi wanprestasi. Perilaku ini membuktikan keengganan yang disengaja untuk mematuhi perjanjian yang mengikat apapun dan menegaskan kurangnya keandalan klub.”
KONSEKUENSI
Kini, Victor memilih untuk menunggu eksekusi keputusan FIFA dan CAS. Ia menegaskan bahwa PSIS harus menanggung konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukan.
“Saya tidak punya ilusi mengenai perilaku klub, karena perwakilannya telah berulang kali gagal bertindak dengan integritas atau keadilan. Pada tahap ini, posisi saya adalah menunggu penegakan keputusan final dan mengikat yang diberikan oleh FIFA dan CAS. Klub sekarang menghadapi konsekuensi hukum alami dari pelanggaran dan ketidakpatuhan yang terus dilakukannya.”
KRITIK PEDAS
Victor juga menyoroti budaya buruk sepak bola Indonesia dalam hal pemenuhan hak pemain. Meski mengaku mencintai Indonesia, ia menegaskan bahwa sepak bola Tanah Air butuh manajemen yang lebih profesional.
“Saya sangat menghargai Republik Indonesia beserta rakyatnya. Negara ini memiliki potensi yang besar. Namun, saya sangat yakin bahwa lembaga sepak bola Indonesia layak dikelola oleh para profesional yang mematuhi standar internasional, khususnya yang tercantum dalam Peraturan FIFA.”
“Pemain adalah pekerja dan berhak atas hak-hak dasar, termasuk upah yang layak, perawatan medis, dan perlakuan yang adil. Semua itu bukan hak istimewa, melainkan kewajiban hukum yang harus dihormati.”
View this post on Instagram