Dua pemain timnas U-20 Indonesia, Zanadin Fariz dan Resa Aditya menjadi bintang tamu dalam acara JebreeetTalks yang tayang di kanal Youtube JebreeetMedia, Jumat, (14/4). Acara yang dipimpin oleh CEO JebreeeMedia, Valentino Simanjuntak itu berjalan selama 60 menit lagi.
Dalam acara tersebut, banyak yang diceritakan oleh Zanadin Fariz dan juga Resa Aditya. Dari mulai awal karier, cedera sampai mimpi yang terenggut.
Seperti diketahui, kedua pemain tersebut sempat sempat mengalami cedera yang cukup parah sehingga tidak mengikuti turnamen yang akan diikutinya.
AWAL KARIER
Pada awal kariernya, kedua pemain memulai dari sekolah sepak bola (ssb) di dekat rumahnya. Uniknya, Zanadin Fariz memulai ssb yang dilatih oleh orang tuanya.
Selepas bertambah usia ia baru berpindah-pindah klub sampai akhirnya mengikuti Liga Top Skor di usia 11.
“Dulu ikut SSB dekat rumah, itu bapak saya yang ngelatih. Sampe umur delapan tahun saya pindah ke Babelan, nama SSB nya Baramega, terus umur 11 pindah ke RMD di Tebet, dari situ main Liga Top Skor,” ucapnya.
Namun ternyata Zanadin Fariz mengawali karier justru bukan menjadi gelandang seperti saat ini, melainkan striker. Kariernya mulai berkembang saat bergabung dengan ssb RMD.
Bahkan baru bergabung di sana, Zanadin Fariz langsung bermain di Liga Top Skor. Meski tidak meraih gelar juara namun dirinya cukup bersyukur bisa mengikuti kompetisi tersebut.
“Di salah satu turnamen ada yang ngeliat dari RMD nya, Pak Firdaus, dia suka akhirnya. waktu itu saya jadi striker dan juga winger. Di RMD saya jarang latihan, cuma sekali.
“Pas di sana ikut Liga Top Skor waktu saya baru dateng. Di Liga Top Skor alhamdulillah lumayan,” jelasnya.
Di RMD sendiri sebetulnya Zanadin Fariz tidak sendiri, masih ada dua sampai tiga rekannya di ssb sebelumnya yang turut bergabung. Namun, berbeda dengan rekannya tersebut, nyatanya Zanadin Fariz sangat jarang berlatih bersama RMD.
Jarak yang cukup jauh dari rumahnya membuat ia harus berlatih sendiri di dekat rumah. Ada pun bergabung dengan ssb nya jika ia akan bertanding atau mengikuti turnamen.
“Sebetulnya ada 2-3 orang teman saya direkrut juga ke RMD, cuma saya ga ikut mess, cuma mereka doang. Karena jauh jarang latihan fan ga diizinin di mess sama nenek akhirnya saya latihan sendiri deket rumah dan juga kadang di Baramega,” jelasnya.
Tidak hanya Zanadin Fariz yang berkarier sejak kecil, Resa Aditya pun ternyata sama. Resa Aditya menuturkan jika dirinya sudah masuk ssb sejak sebelum masuk sekolah dasar.
Hal tersebut didasari karena kemauan orang tua dan dirinya. “TK Besar saya sudah masuk SSB Karang Malang FC, selain orang tua yang pengen, saya juga memang mau,” tuturnya.
Memasuki usia 10 tahun ke atas, dirinya mulai berpindah ke ssb lain yang cukup jauh dari rumahnya. Dari ssb itu pula namanya mulai terangkat
Terlebih saat mengikuti kompetisi ssb antar provinsi se-Indonesia. Di sana Resa Aditya berhasil membuktikan kualitasnya dengan keluar sebagai pemain terbaik.
“Saya di sana sampai kelas enam dan akhirnya direkrut ke R2 Solo. Di R2 Solo saya ikut Fosbi, turnamen antar provinsi.
“Saya mewakili provinsi Jateng untuk ditandingkan dengan tim dari provinsi lain se-Indonesia.Waktu itu saya tanding di Yogyakarta, juara tiga dan jadi pemain terbaik,” jelasnya.
Berkat capaiannya yang luar biasa, akhirnya ia disuruh untuk bergabung dengan salah satu ssb yang ada di Cibubur. Dari sanalah ia berkembang sampai akhirnya seperti sekarang.
Hanya sebelum kepindahannya itu, polemik tengah menyelimuti Resa Aditya. Ia bimbang antara mengambil tawaran untuk bergabung ke ISA atau menetap di daerahnya.
Pasalnya jarak yang sangat jauh menjadi salah satu pertimbangan Resa Aditya. Melihat keadaan seperti itu, orang tua Resa Aditya mendorong anaknya untuk mau pindah. Sampai akhirnya sang pemain memilih mengambil tawaran yang diberikan kepadanya.
“Akhirnya saya pindah juga ke ISA, Imron Soccer Academy di Cibubur. Itu masuk ke SMP kelas 1 saya pinda ke Cibubur. Saya juga ikut Liga Top Skor, main untuk ISA.
“Saya sebetulnya gamau gabung ISA, tapi orang tua pengen akhirnya berangkat sama orang tua. Sampai di ISA istirahat satu hari langsung tanding Liga Tops Skor,” jelasnya.
Sesampainya di Cibubur, Resa Aditya menyatakan jika dirinya masih setengah hati berada di tempat barunya. Suasana semakin pecah saat orang tuanya harus pulang ke rumahnya di Yogyakarta tanpa sepengetahuan Resa Aditya.
Alhasil Resa Aditya pun harus merasakan kerinduan kepada suasana di rumahnya yang bahkan berjalan selama satu minggu lebih.
“Pas tanding orang tua ada, pas pulang ke mess orang tua pulang tanpa sepengetahuan akhirnya nangis di kamar mandi sendiri.
“Seminggu saya kepikiran terus orang tau, suka nangis-nangis sendiri di kamar mandi waktu itu,” katanya.
GABUNG TIMNAS
Selepas berkembang di ssb, Zanadin Fariz menceritakan momen di mana dirinya dipanggil ke timnas U-20 Indonesia. Saat itu dikatakannya berkat kesempatan bermain bersama klubnya, Persis Solo.
Pemain berusia 18 tahun itu mendapat kesempatan dari timnya untuk bermain di ajang Piala Presiden 2022 lalu. Berkat kepiawaiannya, Zanadin Fariz mendapat perhatian dari Shin Tae-yong.
“Awalnya saya debut di Piala Presiden bersama Persis Solo waktu itu lawan PSS Sleman. Mungkin pelatih timnas tertarik dan akhirnya saya masuk timnas.
“Kalau tidak salah itu persiapan untuk AFF U-19, saya akhirnya dipanggil ikut TC dan akhirnya saya masuk timnas di 2022,” ungkapnya.
Namun ternyata dipanggilnya Zanadin Fariz ke timnas bukan yang pertama, karena sebelumnya ia pernah dipanggil juga ke timnas U-15 di bawah kepemimpinan Bima Sakti.
“Sebelumnya saya juga pernah dipanggil timnas U-15 untuk AFF sama coach Bima (Sakti), bareng Resa Aditya, tapi saya ga lolos. Saya kalah sama Ruy (Arianto) sayap dari Persebaya Surabaya,” jelasnya.
CEDERA PARAH
Seusai mendapatkan pengalaman di timnas U-20 Indonesia, permainan Zanadin Fariz semakin berkembang. Bahkan ia menjadi salah satu pemain andalan dari Shin Tae-yong.
Namun sayang, momen ketika ia bermain cukup baik harus terhenti akibat cedera yang dideritanya. Saat itu timnas U-20 Indonesia mengadakan mini turnamen sebagai ajang persiapan Piala Dunia U-20 di Indonesia.
Cederanya pun cukup parah. Zanadin Fariz terkena cedera ACL atau anterior cruciate ligament yang mengharuskannya beristirahat sedikitnya delapan bulan.
Kesedihan pun tak bisa ditutupi oleh Zanadin Fariz. Ia yang berlatih untuk bisa tampil di Piala Dunia U-20 di Indonesia harus mengubur mimpinya karena dipastikan tak bisa mengikuti ajang tersebut akibat cedera yang didapatnya.
“Ini baru 4 minggu, masih tujuh bulan lagi, itu pun kalau rajin (terapi). Awal kenanya tuh di GBK pas pertandingan lawan Guatemala.
“Mau ambil bola, saya salah tumpuan dan dihajar juga kaki saya. Dicek sama dokter katanya gapapa, yaudah saya berangkat ke Uzbekistan, latihan terpisah,” ucap Zanadin Fariz menceritakan.
Cedera ACL yang diwajibkan melakukan operasi nyatanya dilalui oleh Zanadin Fariz dengan tegar. Beruntung biaya pengobatan dan penyembuhannya itu dibiayai oleh federasi sepak bola Indonesia atau PSSI.
“Pas H-2 pertandingan saya udah bisa sprint gitu, terus besoknya ikut latihan, pas lagi passing-passing, lagi jogging biasa, salah tumpuan dan akhirnya jatuh. Biaya ditanggung sama PSSI,” katanya.
Selain Zanadin Fariz, Resa Aditya juga sempat mengalami cedera yang mengharuskannya beristirahat beberapa minggu. Tidak seperti Zanadin Fariz, Resa Aditya terkena cedera dislokasi bahu.
Saat itu terjadi kala Resa Aditya akan berangkat mengikuti turnamen bersama timnas U-20 Indonesia di Toulon, Perancis. Namun satu hari sebelum keberangkatannya, Resa Aditya beruji coba dengan tim kontestan Liga 1, Persita Tangerang.
Dari sanalah petaka datang untuk Resa Aditya. Pemain asal Sragen itu dislokasi bahu setelah didorong oleh pemain Persita Tangerang, Heri Susanto.
“Sebelum ke Toulon Tournament 2022, itu besoknya berangkat ke Perancis. Pas uji coba terakhir lawan Persita Tangerang.
“Menit terakhir saya balik badan, tahunya Heru Susanto dorong saya dan salah tumpuan lalu akhirnya dislokasi.
“Beruntung ga ada tulang yang patah tapi ada otot yang rusak. Jadinya saya tidak berangkat ke Toulon. Saya juga ditanggung sama PSSI penyembuhannya,” ungkapnya
KENA MENTAL SAAT CEDERA
Setelah terkena cedera yang cukup parah, kedua pemain nyatanya terkena mental. Mental keduanya sempat menurun akibat cedera yang dideritanya.
Bahkan tak jarang keduanya menangis akibat cederanya yang tak kunjung berakhir. Beruntungnya orang sekitar dari keduanya selalu menguatkan ketika mental sedang menurun.
“Pasti down-lah. Pertama saya kesel sama yang nabrak saya, sampai diem semaleman mencari ketenangan, lalu telfon orang tua mengabarkan keadaan. Om Yuke (Yusuf Kurniawan) juga kadang nelfon ngasih motivasi jadi aga tenang juga.
“Kena mental karena ya kesel aja harusnya berangkat tapi ga berangkat. Nangis saya waktu itu, orang tua juga kaget tapi menguatkan saya,” ungkapnya.
Senada dengan Resa Aditya, Zanadin Fariz juga sempat merenung akibat cedera yang dideritanya. Dia juga tidak bisa membendung air matanya setelah dipastikan gagal ke Piala Dunia U-20 di Indonesia, meskipun akhirnya Piala Dunia U-20 tak jadi digelar di Indonesia.
“Waktu itu kenanya kan di Uzbekistan, jadi saya kaya merenung sama diri sendiri padahal Piala Dunia dikit lagi. Saya juga belum bicara sama orang tua, cuma bilang ‘pak, kena lagi’ tapi ga bilang ACL.
“Akhirnya disuruh pulang ke Indonesia untuk MRI, baru pilang ke orang tua. Waktu tau ga bisa ikut Piala Dunia karena cedera akhirnya ya saya nangis juga. Pas selesai latihan itu saya langsung nangis juga, saya di locker room teman-teman masih latihan,” jelasnya.
“Pas beres temen-temen ngasih support saya. (Alfriyanto) Nico yang paling menguatkan saya, menemani jalan sambil dirangkul jalan ke bis.
“Yang lain juga tetap men-support saya. Kalau Arkhan (Fikri) ngasih penguatan karena sempet kena ACL juga. Dia waktu itu ngasih saran ke saya untuk rajin pemulihan agar cepat sembuh,” pungkasnya.