Tepat 34 tahun berlalu sejak merah-putih berkibar di podium tertinggi Piala Sudirman. Kala itu, untuk pertama kali sekaligus yang terakhir Indonesia mampu menjuarai supremasi bulutangkis beregu campuran setelah mengalahkan Korea Selatan dengan skor tipis 3-2.
Masih segar dalam ingatan tatkala Eddy Hartono dan Varawaty Fajrin memastikan titel perdana Indonesia lewat kemenangan 15-13 dan 15-3 atas Park Joo Bong/Chung Soo-young. Kemenangan yang tentunya disambut gemuruh seisi Istora.
Indonesia sendiri sempat tertinggal 0-2 seusai takluk di nomor ganda putra dan ganda putri. Namun, Susi Susanti dan Eddy Kurniawan sukses menyamakan skor melalui nomor tunggal putra dan putri, sebelum akhirnya Eddy/Verawati mengunci gelar lewat nomor ganda campuran.
Setelah sukses dramatis tiga dekade lalu tersebut, Indonesia sempat melakoni tiga final secara beruntun di tahun 1991, 1993, dan 1995, hanya untuk kalah dari Korsel (dua kali) dan Tiongkok. Tiga final berikut di 2001, 2005, dan 2007, pun gagal berbuah titel lantaran keperkasaan Tiongkok.
Artinya, sudah tujuh perhelatan Piala Sudirman beruntun Indonesia tidak merasakan ingar-bingar partai puncak. Meski begitu, bukan lantas peluang Fajar Alfian dkk. bakal sama sekali tertutup ketika Piala Sudirman digelar di Suzou, Tiongkok, 14-21 Mei nanti.
Setidaknya, Taufik Hidayat merasa bahwa kesempatan Indonesia meraih gelar juara tetap terbuka. “Ini (Piala Sudirman) kan ajang beregu. Apa pun bisa terjadi. Siapa pun punya kans untuk menjadi juara,” begitu ungkap peraih medali emas Olimpiade Athena 2004 itu, saat mengisi acara Jebreeet Talks.
Sebagai salah satu personel saat Indonesia menjuarai Piala Thomas (2000 dan 2002), serta saat merah-putih menyabet satu keping emas beregu putra Asian Games (1998), tentu Taufik tahu persis soal utak-atik peluang maupun komparasi kekuatan di level beregu.
“Saya melihat semua negara tak punya dominasi mutlak. Kekuatan masing-masing negara praktis 50-50. Ada yang kuat di sektor putra, dan ada yang kuat di bagian putri. Ada yang kuat di ganda, ada yang kuat di tunggal. Jadi semuanya bergantung bagaimana strategi yang akan dimainkan,” lanjutnya.
”Kita kuat di ganda putra dan tunggal putra. Artinya tinggal mencari satu lagi poin. Bisa dari ganda putri atau dari ganda campuran. Head to head masing-masing pairing juga harus diperhatikan. Siapa yang ditaruh di tunggal putra sesuai lawan yang akan dihadapi, siapa yang dipasangkan di ganda juga harus dihitung betul. Yang utama kan kita dapet poin,” kata Taufik lagi.
Indonesia sendiri tergabung di Grup B bersama Kanada, Jerman, dan Thailand. Taufik melihat Kanada dan Jerman sebagai tim yang bisa dikalahkan. Namun, Thailand punya potensi untuk menyulitkan. “Tunggal putra mereka kuat, begitu juga dengan ganda putri dan ganda campuran mereka. Kini tinggal bagaimana tim pelatih bisa menyiasati susunan pemain agar hasilnya bisa maksimal.”
Di atas kertas, memang ada sejumlah tim yang memiliki kualitas di atas Indonesia. Sebut saja Jepang, Korsel, dan tentunta sang tuan rumah Tiongkok. Akan tetapi, seperti yang dikatakan Taufik, apa pun bisa terjadi dalam ajang beregu. Mentalitas bisa menjadi pembeda. Semoga saja dahaga tiga dekade akan terbayar pada perhelatan kali ini.
Perbincangan panjang Taufik Hidayat bersama CEO JebreeetMedia, Valentino Simanjuntak, bisa disaksikan di youtube Jebreeetmedia dalam program JebreeetTalks.