Tiga tahun lalu, tepatnya pada musim panas 2020, John Stones tampak mesti angkat kaki dari Etihad Stadium. Sang pemain mengalami kesulitan dengan masalah kebugaran dan permainan. Ia nyaris tidak pernah menjadi starter musim itu.
Pep Guardiola lebih memilih Fernandinho, pemain gaek yang sejatinya gelandang bertahan, untuk mengisi posisi bek tengah bersama Eric Garcia yang berusia 19 tahun yang dibeli dengan 60 juta pound.
Laga menyesakkan buat Stones adalah perempat final Liga Champion kontra Lyon. Stones yang bugar tetap harus menghangatkan bangku cadangan. City akhirnya tersingkir di laga delapan besar yang dihelat di Lisabon karena pandemi itu.
“Saat itu mungkin saat terberat dalam karier saya. Saya sungguh mengintrospeksi diri, bersikap kritis terhadap diri, memikirkan apa yang bisa saya perbaiki, dan menelaah setiap detail. Saat itu juga merupakan kurva belajar penting bagi saya,” kenang Stones seperti dikutip The Telegraph.
Kala itu, pemain asal Barnsley ini diisukan akan kembali ke Everton, klub yang melegonya ke City dengan transfer 47,5 juta pound pada 2016. Guardiola dan direktur sepak bola Txiki Begiristain ditengarai akan sulit menyodorkan ikatan baru.
Walau tersingkir dari tim utama Guardiola, Stones mengaku tidak pernah berniat hengkang dari Etihad Stadium. “Begitu berpikir demikian, pemain menyulitkan diri. Saya selalu ingin bertahan. Saya ingin menunjukkan bahwa saya cukup baik di sini dan bisa berkontribusi buat tim,” kata pemakai kostum bernomor punggung 5 di City itu.
Stones membuat kemajuan pada 2020/21, tapi merasakan kepahitan di dua tim. Ia tampil saat Cityzens keok di tangan Chelsea di final Liga Champion 2021. Sebulan berselang, Inggris kalah di final Euro dari Italia.
Walau begitu, keputusan Stones untuk tetap bertahan di Manchester Biru pun berbuah manis. Sekitar setahun setelah kekalahan dari Lyon itu, Stones masuk ke dalam PFA Team of the Year. Beberapa bulan kemudian, City mengganjarnya dengan perpanjangan kontrak selama lima tahun lagi sampai 2026.
Di paruh kedua musim ini, ia menjalani peran hibrida seperti yang diistilahkan ESPN, atau “Beckenbauer dari Barnsley” seperti yang dijuluki The Telegraph. Stones mesti naik dari lini belakang ke tengah untuk kemudian kembali lagi. Performa apik di posisi tersebut ia perlihatkan di final Piala FA saat menundukkan Man. United.
Stones mengaku tidak kaget saat Guardiola memintanya memainkan peran mengambang di antara dua lini itu. “Orang-orang berkata sejak saya masih kecil bahwa saya bisa bermain di lini tengah. Saya masih suka bermain sebagai bek tengah, dan saya sangat menyukai peran baru ini pula. Saya rasa telah menunjukkan bahwa saya mampu melakukannya,” tuturnya.
View this post on Instagram
Eks bek Barnsley itu bakal dituntut menghadirkan kiprah ciamik serupa pada Sabtu di Ataturk Olympic Stadium, Istanbul. Bila Stones mampu melakoninya lagi, City akan mendekat ke torehan treble. Namun, Stones cukup dewasa dan berpengalaman untuk tahu bahwa enggak ada yang pasti dalam sepak bola.
“Tentu ada alasan Inter tampil di final. Mereka memiliki pemain-pemain hebat. Mereka mampu tampil bagus di laga penting, derbi di semifinal. Kami paham siapa yang harus kami hadapi. Namun, kami berada di sini untuk menjadi diri sendiri dan fokus,” ucap Beckenbauer dari Barnsley ini.