Keputusan CAS mengenai hukuman terhadap pemain-pemain bulutangkis Indonesia telah menarik perhatian sejak 2020, terutama karena adanya pemain yang terlibat dalam investigasi BWF.
Baru-baru ini, BWF memperbarui informasi tersebut karena ada tambahan pemain yang juga menerima hukuman. Kasus-kasus ini telah mengundang berbagai reaksi, mulai dari kejutan hingga pertanyaan tentang apakah ini terkait dengan kasus sebelumnya.
Tentu saja, kita semua setuju bahwa match fixing dalam olahraga, termasuk bulutangkis, harus ditolak dengan tegas. Namun, penting untuk mempertimbangkan apakah semua pemain yang terlibat adalah pelaku match fixing.
Dari 8 pemain yang dihukum, terdapat satu pemain yang hukumannya berbeda. Agrippina Prima, yang dikenal sebagai “Raja Tarkam”, tidak terlibat dalam match fixing, bahkan menolak ajakan untuk melakukannya. Namun, dia dianggap bersalah karena tidak melaporkan ajakan tersebut kepada BWF. Hal ini tidak diketahui oleh semua atlet bulutangkis atau masyarakat umum.
Berdasarkan putusan CAS dan wawancaranya di Jebreeetalks, Agrippina tidak terbukti terlibat dalam pengaturan skor atau berjudi menggunakan akun yang diberikan oleh pelaku utama kasus ini, HT.
Hukuman larangan bermain dalam keluarga BWF selama 6 tahun diberikan karena Agripina menolak ajakan HT namun gagal melaporkannya.
Tuduhan perjudian juga tidak terbukti, karena Agrippina tidak pernah menggunakan akun yang ditawarkan kepadanya. Namun, dia mengakui bahwa dia pernah “bertaruh” dengan HT pada pertandingan yang tidak terkait dengan match fixing.
Meskipun taruhan tersebut dianggap sebagai judi, Agripina tetap dianggap bersalah karena tidak melaporkan ajakan terhadapnya itu.
Agrippina adalah satu-satunya pemain di antara 8 terhukum yang pernah menjadi alumni pelatnas Cipayung dan bermain bersama para pemain kenamaan seperti Marcus Gideon dan Alm. Markis Kido. Belakangan ia dikenal luas lantaran mampu memberikan warna baru dalam dunia tarkam lewat permainan freestyle dan trickshot-nya yang menghibur. Agri kini menjadi idola bagi banyak pecinta bulutangkis.
Sejak ia dilarang bermain bultangkis dalam ruang lingkup BWF ia bermain tarkam sampai akhirnya ia dijuluki si Raja Tarkam, bahkan saat ini memiliki sponsor dengan mengeluarkan produk dengan signature line nya sendiri yang bekerjasama dengan Fly Power milik legenda Haryanto Arbi.
Betul ia nyentrik, betul ia urakan dan yang betul ia keluar dari pelatnas karena sudah mendapatan SP3 akibat tindakan indsipliner seperti keluar malam dan bolos latihan tapi bukan karena melakukan match fixing.
Meskipun mengalami hukuman yang menyakitkan, Agripina masih ingin memberikan kontribusi bagi dunia bulutangkis Indonesia, khususnya dalam mendidik generasi muda.
Oleh karena itu, saya pribadi mengusulkan agar Agripina diangkat sebagai Duta Anti Match Fixing Bulutangkis Indonesia. Perannya sebagai martir dalam kasus ini dapat menjadi inspirasi bagi atlet lain untuk menolak match fixing dan melaporkannya jika mengetahui adanya praktik tersebut.
Dengan pengaruhnya yang besar, Agrippina dapat memainkan peran penting dalam mempromosikan integritas dalam bulutangkis Indonesia, serta membantu memulihkan namanya dalam dunia olahraga.
Saya berharap dukungan dari badminton lovers, masyarakat tarkam bulutangkis, fans Agripina, dan PBSI agar peran Duta Anti Match Fixing ini dapat terwujud dengan baik, sehingga kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Salam,
VS