Jelang laga final Liga Champions antara Real Madrid versus Borussia Dortmund, Minggu (2/6). Pada laga yang akan berlangsung di Wembley Stadium tersebut, Madrid jauh lebih diunggulkan.
Jika berkaca pada bursa rumah-rumah taruhan di Eropa, skuat Carlo Ancelotti bahkan diprediksi bisa menang lebih dari satu gol dibanding Edin Terzic dan pasukannya. Hal itu bukan tanpa alasan. Performa Madrid melangkah ke final, lebih meyakinkan dibanding Dortmund.
Secara kiprah di Eropa, Dortmund sebenarnya bukanlah tim kemarin sore di ajang Liga Champions. Sebelumnya, skuat Die-Schwarzgelben (Hitam-Kuning), sudah dua kali lolos ke final.
Selain menggondol trofi berkat kemenangan 3-1 atas Juventus di final musim 1996/97, mereka juga cuma kalah 1-2 tipis dari Bayern Munich lewat gol menit-menit akhir Arjen Roben (menit 89’) di final musim 2012/13.
Lantas, tim kejutan mana lagi yang pernah lolos ke final, setidaknya dalam seperempat abad terakhir?
1. Valencia 1999/2000 dan 2000/2001
Jauh sebelum meroketkan nama-nama kondang seperti David Villa, David Silva, Juan Mata dan beberapa nama lain, Valencia lebih dulu menggebrak Eropa kala menjadi finalis Liga Champions secara dua musim beruntun di 1999/00 dan 2000/01.
Los Che, julukan Valencia, memang akhirnya cuma menjadi runner-up di dua kesempatan tersebut. Mereka kalah 3-0 dari Madrid di final 1999/00 dan kalah adu penalti dari Bayern Munich di musim berikutnya.
Meski begitu, rekam jejak Valencia selaku tim finalis di dua final tersebut tetap menjadi catatan spesial tersendiri. Bagaimana tidak, mereka menapaki jalan terjal untuk bisa sampai laga puncak lantaran harus lebih dulu mengawali turnamen di babak kualifikasi.
Valencia cuma berstatus tim peringkat empat di La Liga musim 1998/99 kala berkesempatan lolos ke Liga Champions 1999/00. Musim berikutnya, mereka juga hanya finis satu peringkat lebih baik (peringkat tiga) di La Liga 1999/00 demi tiket ke Liga Champions 2000/01.
Di babak kualifikasi (babak tiga) Liga Champions 1999/00, Valencia menyisihkan wakil Israel, Hapoel Haifa, dengan agregat telak 4-0. Sedangkan di babak kualifikasi Liga Champions 2000/01, mereka menyisihkan wakil Austria, Tirol Inssburck, dengan agregat 4-1.
Nyatanya, Valencia justru berhasil menjadi pemuncak klasemen di fase grup awal. Sebagai gambaran, di dua musim tersebut, format Liga Champions masih menggunakan dua kali sistem grup sebelum masuk ke fase knock-out (perempat final).
Pada musim 1999/00, Valencia sukses memuncaki Grup F yang mereka huni bersama Bayern Munich, Rangers, dan PSV Eindhoven. Mereka bahkan tak terkalahkan selama fase grup tersebut (3x menang, 3x imbang).
Lalu pada fase grup berikutnya (fase grup tahap kedua), mereka sukses menemani Manchester United untuk lolos ke perempat final setelah menyisihkan Fiorentina dan Bordeaux.
Langkah Valencia terus melaju usai mengalahkan Lazio di perempat final (agregat 5-3) dan Barcelona di semifinal (agregat 5-3), sebelum akhirnya takluk 0-3 dari Madrid di final.
Perjalanan serupa mereka ukir di musim berikutnya (2000/01). Pada fase grup awal, Gaizka Mendeita dkk. sukses menjadi pemuncak Grup C yang dihuni Lyon, Olympiacos, dan Heerenveen.
Status pemuncak klasemen kembali mereka raih di fase grup berikutnya. Mereka kembali lolos bersama Manchester United ke babak perempat final usai menyisihkan Sturm Graz dan Pananthinaikos.
Lalu di fase knock-out, John Carew dkk. menyisihkan Arsenal di perempat final dan Leeds United di semifinal, sebelum akhirnya kalah adu penalti 4-5 kontra Bayern Munich di laga puncak.
2. Tottenham Hotspur 2018/19
Siapa yang menyangka Tottenham Hotspus bisa menjadi finalis Liga Champions 2018/19? Bermodalkan finis di peringkat tiga English Premier League 2017/18, Spurs meraih tiket lolos ke Liga Champions 2018/19.
Jalan terjal bagi skuat asuhan Mauricio Pochettino sudah terbentang sejak fase grup lantaran mereka harus masuk grup neraka bersama Barcelona, Inter, dan PSV.
Terbukti, kekalahan beruntun mereka derita di dua laga awal, yakni kalah 1-2 di kandang Inter dan takluk 2-4 kala menjamu Barca. Spurs juga baru meraih satu poin kala mengimbangi tuan rumah PSV (2-2) di Matchday 3.
Angin segar mulai menghampiri Spurs di tiga laga berikutnya. Mulai dari kemenangan kandang 2-1 atas PSV dan 1-0 atas Inter di Matchday 4 dan 5, hingga meraih satu poin krusial kala menahan imbang Barca 1-1 di laga penutup grup. Spurs akhirnya lolos ke fase knock-out menemani Barca.
Kejutan terus mereka suguhkan. Di babak 16 besar, Harry Kane dkk. membantai Dortmund dengan agregat 4-0. Setelah itu, giliran City yang mereka eliminasi di babak 8 besar lewat skor ketat.
Berbekal kemenangan tipis 1-0 kala menjadi tuan rumah di leg pertama, Spurs akhirnya lolos ke semifinal lantaran menang gol tandang meski kalah 3-4 kala ganti bertamu ke Etihad Stadium di leg kedua.
Kelolosan serupa (menang agregat gol tandang) kembali mereka rajut di semifinal. Kali itu, korbannya adalah Ajax Amsterdam. Meski kalah 0-1 kala berstatus tuan rumah di leg pertama, namun hattrick Lucas di Johan Cruyff Arena, sudah cukup untuk meloloskan Spurs ke final berkat kemenangan 3-2.
Di final, Spurs akhirnya harus bertekuk lutut dari Liverpool lewat gol penalti Mohamed Salah dan Divock Origi.
3 dan 4 – Monaco dan Porto
Sudah menjadi rahasia umum bahwa final Liga Champions 2003/04 antara AS Monaco dan Porto merupakan final yang paling di luar dugaan. Keduanya bisa lolos ke laga puncak lebih karena tim-tim unggulan lainnya sudah harus lebih dulu saling mengalahkan.
Contohnya, Real Madrid sudah harus bersua Bayern Munich di babak 16 besar. Lalu Chelsea vs Arsenal juga bentrok di perempat final.
Monaco dan Porto juga “terbantu” dengan kiprah Deportivo La Coruna dalam memulangkan Juventus di babak 16 besar dan AC Milan di perempat final. La Coruna akhirnya dipulangkan Porto di semifinal. Sebelumnya, Porto juga menyisihkan Manchester United dan Lyon di babak 16 besar dan 8 besar.
Bagaimana dengan Monaco? Jalan yang mereka tempuh tak kalah pelik. Setelah mengandaskan Lokomotiv Moscow di babak 16 besar, Ludovic Giuly dkk. menang agregat gol tandang guna menjungkalkan Madrid di babak 8 besar.
Pada leg pertama yang berlangsung di Santiago Bernabue, gol-gol Ivan Helguera, Zinedine Zidane, Luis Figo, dan Ronaldo, masih beruntung bisa diperkecil lewat gol Sebastien Squillaci dan Fernando Morientes.
Saat ganti menjamu Los Galacticos di leg kedua, Monaco mampu menahan Madrid yang cuma bisa mencetak satu gol tandang dan tiga kali menjebol gawang Iker Casillas lewat dua gol Giuly dan satu gol Morientes.
Performa lebih meyakinkan ditunjukkan Monaco kala menyingkirkan Chelsea di semifinal lewat agregat 5-3.
Di final, duel Porto versus Monaco selaku dua tim kejutan akhirnya berujung dengan pesta juara bagi sang wakil Portugal lewat kemenangan meyakinkan 3-0.