Petenis nomor satu Indonesia, Aldila Sutjiadi menceritakan bahwa dirinya pernah menjadi korban pelecehan dan kekerasan online. Sebagai atlet tentu menjadi salah satu rintangan yang harus dilaluinya jika mendapatkan komentar negatif.
Bahkan komentar negatif yang ditujukan kepada dirinya sudah tak terhitung jumlahnya. Tidak hanya ketika kalah, tetapi juga ketika dirinya menang.
Tak dipungkiri olehnya, komentar yang ditujukan kepadanya menyebabkan tekanan mental hingga serangan panik yang membuat dirinya depresi berat.
“Saya telah menerima ratusan pesan yang menghina, melecehkan, dan bahkan mengancam keselamatan saya di sepanjang karier saya,” katanya seperti rilisan yang diterima oleh JebreeetMedia.
Namun lambat laun dirinya sudah mulai bisa menghiraukan komentar negatif yang ditujukan kepadanya. Bahkan saat ini dirinya sudah mulai percaya diri dan bis fokus ke pertandingan yang akan dijalaninya.
“Pesan-pesan (kasar) ini telah mengganggu, menyebabkan tekanan mental, kehilangan fokus dan kepercayaan diri. Syukurlah, hari ini saya bisa lebih mengabaikan mereka dan tetap fokus pada permainan saya,” kata Aldila, yang saat ini sedang mempersiapkan pertandingannya di Mandiri Tennis Open pada Februari 2022 dan di AS pada Maret 2022.
Atas apa yang terjadi kepadanya, ia ingin tidak ada lagi hal seperti itu yang diterima oleh orang lain. Untuk itulah dirinya saat ini mengkampanyekan gerakan anti bully di dunia online.
“Berbicara dengan atlet lain, saya menyadari bahwa isu ini lebih luas daripada yang saya perkirakan, jadi saya memutuskan sudah waktunya untuk melakukan sesuatu tentang kekerasan online ini. Sementara ini kekerasan online dapat menargetkan siapa saja untuk menjadi korban, perempuan terutama, tampaknya menjadi korban pelecehan paling banyak saat ini. Saya ingin kampanye ini berbicara mewakili mereka semua,” jelasnya.
Demi melancarkan kampanyenya, Aldila Sutjiadi bekerja sama dengan Bullyid Indonesia. Menurut Agita Pasaribu selaku Founder dan Executive Director, didirikannya Bullyid sebagai langkah memerangi kekerasan online yang banyak dialami orang-orang.
“Kami mendirikan Bullyid Indonesia dua tahun lalu setelah melihat dampak serius dari kekerasan online di Instagram. Masalah ini meningkat dalam lima tahun terakhir. Sayangnya, masyarakat masih mengabaikan isu tersebut, banyak korban yang bungkam dan masyarakat melihat pelecehan dan kekerasan online bagian dari normal apabila ingin berada di platform media sosial,” jelasnya.
Agita Pasaribu juga mengatakan pihaknya sangat menyambut baik kemitraan yang dilayangkan Aldila Sutjiadi kepada pihaknya. Atas dasar itu saat ini kedua belah pihak akan menggaungkan gerakan #SayNoToOnlineAbuse.
“Ketika Aldila menghubungi kami untuk bermitra dengannya dalam meningkatkan kesadaran tentang dampak kekerasan online , kami merasa itu adalah hal yang baik untuk dilakukan. Aldila sebagai juru bicara menyoroti masalah ini dan mendorong orang lain yang menderita dalam diam untuk angkat bicara. Bullyid Indonesia adalah ruang aman dan tempat yang bisa mereka datangi untuk meminta bantuan dan dukungan,” paparnya.
Bullyid Indonesia menyediakan konsultasi dan hotline bantuan yang terbuka untuk semua orang. Dengan tujuan memberikan semua korban akses yang sama ke kesehatan mental dan dukungan hukum, LSM yang melaporkan pelecehan dan kekerasan secara daring bekerja sama dengan Badan Kejahatan Siber Nasional dan memberikan konsultasi hukum dan psikologis yang tersedia setiap hari dari jam 09.00 sampai 20.00 WIB dengan konselor berlisensi, dengan tujuan mendidik dan memberdayakan mereka untuk berjuang
sebagaidan memulihkan diri.