Di satu sisi, Rashford gagal menorehkan rekor baru di catatan kariernya. Di sisi lain, Botman justru terjerumus ke daftar para pesakitan di sepanjang sejarah final Piala Liga.
Laga final Carabao Cup antara Manchester United versus Newcastle tengah memasuki menit ke-38 saat para fan Setan Meriah belum juga selesai bersorak-sorai berkat gol pembuka Casemiro yang lahir empat menit sebelumnya.
Di lapangan, Marcus Rashford melakukan umpan satu-dua dengan Wout Weghorst. Berawal dari kontrol satu sentuhan Rashford kepada Weghorst, keduanya menusuk pertahanan Newcastle dengan bola berada di kendali Weghorst.
Begitu melihat Rashford sudah melesat hingga kotak penalti lawan, Weghorst ganti menyodorkan umpan terobosan terukur kepada rekannya tersebut.
Momentumnya sangat pas. Umpan tersebut berhasil dikontrol dengan baik oleh Rashford untuk kemudian mengeksekusinya dengan tembakan kaki kiri.
Bola tembakan keras Rashford sempat mengenai kaki bek Newcastle yang berupaya menghadang, Sven Botman. Akibatnya, laju Si Kulit Bundar sulit diantisipasi kiper Newcastle, Loris Karius. Gol kedua United pun lahir.
Bisa jadi sebagian para penggemar United tak terlalu ambil pusing apakah gol tersebut merupakan gol Rashford atau gol bunuh diri Botman. Bagi mereka, keunggulan 2-0 jauh lebih penting demi sebuah gelar yang sudah mereka dambakan selama lebih dari lima tahun.
Di sisi lain, kepastian soal gol tersebut justru menjadi hal yang cukup krusial bagi perjalanan karier Rashford dan Botman.
Barulah saat masa jeda turun minum, kepastian itu terjawab. English Football League (EFL) mengumumkan bahwa gol kedua United itu merupakan gol bunuh diri Botman.
Terkait pencapaian individual di sepanjang kariernya, Rashford tentu berharap gol tersebut menjadi miliknya. Mengapa? Karena pemain berusia 25 tahun itu belum pernah mencetak gol meski sudah beberapa kali melakoni laga final.
Dengan kata lain, Rashford masih harus melalui jalan panjang untuk lebih dulu mengantarkan Setan Merah ke laga-laga puncak lainnya guna menuntaskan ambisinya tersebut.
Sebaliknya, bagi Botman, keputusan EFL tersebut tak hanya membuatnya semakin terpojok di mata fan Newcastle, akan tetapi juga terjerumus ke catatan buruk.
Menurut Opta, Botman menjadi pemain keempat yang membuat gol bunuh di ajang final Piala Liga estelar Roger Kenyon (1977), Gordon Chishold (1985), dan Steven Gerrard (2005).
Botman sebenarnya bisa saja terlepas dari jeratan buruk tersebut, terutama jika rekannya di bawah mistar, Karius, mampu bereaksi lebih sigap. Setidaknya, demikianlah yang diungkapkan Gary Neville dan Jamie Caragher.
“Benar bahwa bola berubah arah, akan tetapi tembakan Rashford juga sebenarnya tidak terlalu sempurna. Justru Karius yang menurut saya terlalu cepat bereaksi sehingga ia terlanjur bergerak dan gagal menghalau bola,” ajar Neville seperti dilansir Mirror.
“Ya, Karius seharusnya bisa menggagalkan peluang tersebut. Saya yakin itu. Kita tahu persis postur dan sosok besarnya di bawah mistar seperti Nick Pope dan ia seharusnya bisa lebih tenang menghalau peluang tersebut,” timpal Caragher.
Meski gagal mencatatkan rekor baru di kariernya (mencetak gol di final), Rashford tetap tak ambil pusing. Apalagi, banyak pihak yang menilai bahwa Rashford memang sudah tampil sangat baik di laga tersebut.
Jika mengacu pada data statistik, Rashford bahkan mendapat nilai rating penampilan paling tinggi versi Whoscored, yakni 8,6.
Di sisi lain, Botman dan Karius rasanya juga tak perlu terlalu larut. Botman mendapat nilai 6,5 untuk rating penampilannya dan angka itu merupakan yang tertinggi dibanding rekan-rekannya di lini pertahanan.
Karius lebih tinggi lagi. Ia menorehkan rating penampilan 6,9 dan angka itu merupakan yang tertinggi dibanding rekan-rekan setimnya yang tampil malam itu.