Timnas Italia telah berganti pelatih pada musim panas ini. Luciano Spalletti ditunjuk menggantikan Roberto Mancini yang mengundurkan diri. Perubahan yang akan dibawa Spalletti sedikit banyak akan terlihat dari perbedaan gaya dengan Mancio.
Pergantian arsitek sangat mungkin akan memengaruhi tim seturut perbedaan karakteristik kedua pelatih betapapun keduanya sama-sama merupakan pelatih jempolan. Para penggawa Italia akan harus menyesuaikan diri dengan keinginan pelatih anyar.
Tak terelakkan, di timnas Italia, Spalletti bakal mendapat pembandingan dengan pendahulunya yang telah memberikan Euro 2020. Yang boleh jadi meringankan Spalletti, kesuksesan di Eropa itu diikuti kegagalan Mancio meloloskan Gli Azzurri ke Piala Dunia 2022.
Spalletti akan melakoni debutnya saat Italia melawan Masedonia Utara pada Sabtu (9/9) di Skopje, kandang lawan. Gli Azzurri dihadapkan kepada keharusan menang dalam laga kualifikasi Euro 2024 itu.
Saat ini, Azzurri masih berada di peringkat ketiga Grup C kualifikasi dengan perolehan tiga poin dari dua pertandingan. Masedonia Utara di peringkat keempat dengan koleksi angka yang sama, tapi dari tiga laga. Inggris memuncaki klasemen dengan poin sempurna dari empat partai. Ukraina di peringkat kedua dengan enam poin dari tiga laga.
Segera setelah sesi latihan pertama pada Senin lalu, komparasi muncul. Media Italia, La Gazzetta dello Sport, mulai mencuatkan potensi perbedaan utama antara penanganan Spalletti dan Mancini, baik di dalam maupun luar lapangan.
Spalletti dipercaya akan menggunakan 4-3-3 dalam laga perdananya menangani Si Biru. Yang menarik, pola itu dipakai Mancini pada awal masa kepelatihannya di Azzurri. Akan tetapi, terdapat lumayan banyak perbedaan di antara keduanya.
Bersama Spalletti, yang membatalkan masa rehatnya setelah mengantar Napoli scudetto, Italia akan menekan tinggi. Garis pertahanan tinggi itu terutama disertai seorang gelandang penjelajah yang berlari hingga mendekati ujung tombak dan mencoba merebut bola sesegera mungkin.
Ketika lawan menguasai bola, para pemain akan membentuk formasi seperti 4-4-2. Saat Mancini meracik taktik, Azzurri, terutama memasuki saat-saat akhir kompetisi, akan mencoba menguasai dua lini dengan pola 4-5-1 yang tidak agresif.
Untuk membangun serangan, Mancio memakai tiga bek tengah dan dua pengatur serangan, Jorginho dan Marco Verratti. Sementara Spalletti lebih memilih seorang playmaker dan mendorong dua bek sayap, salah satunya Giovanni Di Lorenzo, di kanan. Eks kaptennya di Partenopei itu, atau bek kiri, akan memiliki dua pilihan, yakni antara menusuk ke dalam kotak atau mengirimkan umpan lambung.
Program persiapan kedua pelatih juga berbeda. Mancini sangat tergantung kepada kecakapan stafnya sesuai tugasnya masing-masing dalam sesi latihan. Spalletti juga memercayai stafnya, tapi lebih memilih berada di tengah lapangan untuk terlibat langsung dalam penanganan tim. Mantan pembesut Roma itu juga gemar memperlihatkan video taktis kepada para anak asuhannya dalam rangka mempercepat penyampaian gagasan.
Di luar lapangan, Mancini pernah memilih mendatangkan psikolog untuk memastikan kesiapan timnya memasuki fase terakhir. Dengan bantuan itu, eks bos Manchester City tersebut ingin mempermudah dialog dengan para pemain.
Lain halnya dengan Spalletti soal komunikasi dengan para pemain. Sosok berusia 64 tahun itu tidak ingin ada perantara saat berdialog dengan pemain. Karena alasan itu, ia tidak secara khusus mendatangkan pengganti Lele Oriali untuk posisi manajer tim.
Maka, Gianluigi Buffon akan memiliki tugas ganda, yakni sebagai pelatih kepala dan manajer tim. Eks kiper itu akan membantu Spalletti menjaga moral tim dan melakukan tindakan bila diperlukan.
View this post on Instagram