Komentar miring terkait menurunnya kualitas bulutangkis Indonesia rasanya tak sepenuhnya benar, setidaknya bagi sektor ganda putra di ajang sekaliber All England.
Keberhasilan Fajar Alfian/Muhammad Rian meraih gelar juara back-to-back jadi bukti tersahih. Di laga final yang berlangsung Minggu (17/3), keduanya menyikat wakil Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik, dengan dua gim langsung, 21-16 dan 21-16.
Keberhasilan ini melanjutkan gelar serupa yang mereka raih tahun lalu di All England 2023. Kala itu, Fajar/Rian menaklukkan seniornya, Hendra Setiawan/Muhammad Ahsan.
Berkat gelar juara back-to-back Fajar/Rian ini, prestasi ganda putra Indonesia makin cemerlang di ajang All England. Pasanya, gelar ini merupakan gelar ke-7 yang sukses diukir pasangan ganda putra Indonesia dalam 11 perhelatan terakhir All England (sejak open-era).
Rangkaian positif itu terajut dari Hendra/Ahsan (2014, 2019), Marcus Gideon/Kevin Sanjaya (2017, 2018), Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana (2022), dan Fajar/Rian (2023, 2024). Dengan kata lain, cuma empat kali gelar itu jatuh ke negara lain.
Berkat keberhasilan juara back-to-back ini, Fajar/Rian juga menyusul catatan impresif serupa yang diukir The Minions (2018, 2019) dan Rexy Mainaky/Ricky Subagja (1995, 1996).
Sepanjang sejarah ganda putra di All England, cuma Indonesia yang sukses melahirkan tiga pasang juara back-to-back berbeda. Sebagai perbandingan, Korea Selatan dan China, cuma mampu melahirkan satu pasang , yakni Kim Moon-soo/Park Joo-bong (Korsel – 1985, 1986) dan Li Yongbo/Tian Bingyi (China – 1987,1988).
Melahirkan banyak pasangan ganda putra berkualitas memang menjadi salah satu tradisi bagus yang dirajut PBSi dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu setidaknya tercermin dari catatan impresif di atas.
*Menang pede, lawan serba salah
Secara rekor pertemuan, Fajar/Rian sebenarnya kalah tipis 3-4 atas Aaron Chia/Soh Wooi Yik. Namun, tiga kemenangan yang mereka raih tersebut justru lahir di empat pertemuan terakhir.
Catatan anyar itu menjadi momok tersendiri bagi pasangan Malaysia. Buktinya di sepanjang pertandingan, cuma sekali Aaron Chia/Soh Wooi Yik bisa unggul dari Fajar/Rian. Itu pun sebatas di skor pembuka laga (1-0). Setelah itu, tak pernah lagi mereka bisa unggul dari Fajar/Rian.
Keunggulan terjauh Fajar/Rian bahkan sempat mencapai delapan angka pada kedudukan 17-9 di gim pertama. Hal itu tak lepas dari sulitnya Aaron Chia/Soh Wooi Yik keluar dari tekanan. Beberapa kali mereka melakukan kesalahan sendiri, baik itu kena net atau bola out.
Situasi sedikit berubah di gim kedua, hanya saja tak terlalu signifikan. Fajar/Rian memang tak pernah unggul jauh. Akan tetapi, cuma empat kali Aaron Chia/Soh Wooi Yik mampu menyamakan kedudukan, yakni di skor 1-1, 4-4, 9-9, dan 10-10. Selebihnya, mereka terus tertinggal.
Selain sering kalah adu drive, pertahanan Aaron Chia/Soh Wooi Yik juga beberapa kali mampu ditembus Fajar/Rian. Padahal, pertahanan merupakan salah satu andalan wakil Malaysia tersebut.
Tiga poin terakhir yang lahir secara berturut-turut benar-benar menggambarkan posisi Fajar/Rian yang sudah di atas angin.
Keberhasilan Fajar/Rian ini juga melanjutkan suguhan All Indonesian Final di sektor tunggal putra yang manggung lebih dulu. Jonatan Christie keluar sebagai juara usai menyisihkan Anthony Sinisuka Ginting.
All England 2024 menjadi titik kebangkitan bulutangkis Indonesia tahun ini, terutama setelah masa paceklik gelar sejak pergantian tahun.
Dari tujuh ajang BWF World Tour (kelas Super 300 ke atas) yang sudah digelar sebelum All England, Indonesia baru mampu meraih satu gelar lewat keberhasilan Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin di Indonesia Masters.