Ada yang berbeda dari suasana di Istora Senayan, Sabtu (8/6). Hingar bingar dari tribun penonton tetap terasa. Hanya saja, tak semeriah seperti biasanya.
Hal itu dikarenakan dari 10 laga semifinal yang digelar, cuma satu laga yang diikuti Indonesia, yakni semifinal ganda putra. Pasangan Sabar Karyaman Gutama/Moh. Reza Pahlevi Isfahani menjadi satu-satunya wakil Merah-Putih yang tersisa.
Laga keduanya melawan pasangan Malaysia, Man Wei Chong/Kai Wun Tee, juga digelar paling terakhir, hampir menjelang jam 10 malam. Start lambat Sabar/Reza, terutama saat tertinggal 2-9 di gim pertama, juga membuat publik Istora makin “kurang berisik”.
Penonton mulai kembali bergairah kala Sabar/Reza secara perlahan mampu mengejar ketertinggalan. Mulai dari 4-9, 9-13, hingga menyamakan kedudukan 16-16.
Setelah itu, ketegangan makin meliputi lantaran skor berulang kali imbang. Awalnya dari posisi 19-19. Dari bangkunya di sudut lapangan, Andrei Adistia, mantan atlet Cipayung yang kini dipercaya menangani Sabar/Reza, tampak berulang kali berupaya menenangkan anak asuhnya.
Pasalnya, posisi deuce berturut-turut lahir dari skor 20-20 hingga 27-27. Sampai akhirnya gim pertama ditutup dengan keunggulan pasangan Malaysia, 29-27.
Di gim kedua, harapan sempat kembali membumbung kala Sabar/Reza unggul cepat 6-2. Namun, asa itu langsung menguap begitu Man Wei Chong/Kai Wun Tee mampu menyamakan kedudukan di angka 9-9.
Pasalnya, Sabar/Reza tak pernah lagi mempimpin. Poin mereka terus tertinggal hingga akhirnya kalah jauh 13-21 di gim kedua. Indonesia pun resmi tanpa wakil di final, Minggu (9/6).
Itu artinya, sudah di tiga edisi terakhir, skuat Cipayung puasa gelar, jika dihitung sejak terakhir kali pasangan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya juara di tahun 2021.
Catatan ini bahkan lebih buruk dibanding Indonesia Open tahun lalu dikarenakan kita masih memiliki satu wakil di laga puncak, yakni Anthony Sinisuka Ginting. Sayangnya, Ginting kala itu gagal juara usai ditaklukkan Viktor Axelsen.
Ketika ditemui awak media di Mixed Zone, Sabar/Reza mengaku bahwa mereka sudah mengeluarkan seluruh kemampuan terbaik. Status sebagai wakil terakhir Indonesia juga tak terlalu membebani keduanya.
Tekanan yang menghampiri justru lebih ke soal mental. Pasalnya, jika dihitung sejak pergantian tahun 2023/2024, ini merupakan turnamen BWF Super 1.000 pertama yang diikuti Sabar/Reza.
Sebelumnya, secara maraton keduanya tampil di berbagai ajang. Skema itu sengaja mereka kebut demi mendongkrak posisi. Mulai dari tur Eropa (Super 300) di periode Maret-April yang meliputi Orleans Masters (menjadi runner up), Swiss Open (semifinal), hingga Spain Masters (juara).
Lalu berlanjut ke tur Asia (Super 500, 750 dan 1.000), yang dimulai dari Thailand Open (Super 500 – gugur di babak pertama), Malaysia Masters (Super 500 – babak pertama), Singapore Open (Super 750 – babak kedua), hingga akhirnya tampil di Indonesia Open.
Target mendongkrak ranking pada akhirnya memang terealisasi. Dari peringkat 45 di awal tahun, Sabar/Reza kini sudah menduduki peringkat 29 saat Indonesia Open 2024 bergulir. Namun, di sisi lain, padatnya rangkaian turnamen yang mereka jalani, cukup menguras fisik dan mental.
“Begitu menjalani tur Asia yang ajang-ajang Super 500 ke atas, lawan-lawan yang kami jumpai jauh lebih sulit, mereka juga tidak gampang dimatikan. Ini jadi pelajaran berharga buat kami, berarti harus genjot stamina lagi, latihan tangan lagi lebih keras,” ujar Sabar.
Keduanya juga menyadari bahwa selaku wakil terakhir Indonesia di babak semifinal, harapan publik Tanah Air juga begitu tinggi. Namun, upaya mengubah tuntutan tersebut menjadi motivasi juga tak sepenuhnya mulus.
“Sebenarnya bukan tekanan sih (jadi wakil terakhir), mungkin malah jadi memotivasi kami untuk bermain lebih baik. Cuma, enggak bisa dipungkiri ya, tenaga kami sudah cukup terkuras, karena kan ini jadi pekan terakhir dari rangkaian empat pekan tur Asia yang kami jalani,” timpal Reza.