Tingkat kefavoritan Spanyol di Euro 2024 melesat dari dua laga pertama di Grup B. Kredit pantas diberikan kepada pelatih yang terbilang minim pengalaman di manajemen level tinggi.
Spanyol pernah merajai sepak bola Eropa dan kemudian dunia. Tiga gelar besar beruntun, yakni Euro 2008, Piala Dunia 2010, dan Euro 2012, bisa bertambah dari turnamen kali ini.
La Furia Roja membuka kiprah di Jerman 2024 dengan kemenangan meyakinkan 3-0 atas tim yang tergolong kuat dalam beberapa tahun terakhir, Kroasia. Tantangan terberat di laga kedua grup dari Italia bisa dilewati dengan performa mengesankan walau skornya cuma 1-0.
Di Arena AufSchalke, Gelsenkirchen, Italia tak bisa dikatakan tanpa perlawanan. Sang juara bertahan bisa membuat 43% penguasaan bola atas lawan yang biasanya menguasai bola lebih dari 60% jalannya permainan.
Hanya, Spanyol menunjukkan kualitas yang lebih baik baik dalam serangan maupun pertahanan. La Roja membuat 20 percobaan dengan 8 shot on goal. Italia? Cuma empat tembakan dengan hanya sebiji yang mengarah ke gawang. Harapan gol Spanyol akhirnya jauh lebih tinggi, yakni 2,05, berbanding 0,21 yang dihasilkan Azzurri. Secara keseluruhan, Azzurri tak banyak berkutik.
Ruang perbaikan untuk Spanyol tampak terlihat pada efektivitas serangan. Hanya sebuah gol yang tercipta, itu pun dari gol bunuh diri Riccardo Calafiori. Namun, di sisi lain, tekanan yang akhirnya membuat bek lawan membuat kesalahan fatal tidak bisa dikesampingkan begitu saja.
Pertahanan yang menampilkan duet Aymeric Laporte dan Robin Le Normand memberikan keamanan bagi kiper Unai Simon. Dua bek sayap, Dani Carvajal dan Marc Cucurella, gesit dan militan naik turun hingga kerap menjadi penghadang pertama alur serangan Azzurri. Clean sheet menghadapi dua tim kuat memperlihatkan ketangguhan tinggi lini belakang.
Rodri sebagai jangkar utama menjadikan lini tengah sebagai kekuatan besar bagi niat Si Merah menguasai laga. Fabian Ruiz menjadi tandem yang memberikan sokongan untuk serangan. Pedri dengan dribel mantapnya menjadi kerap menjadi pemain pertama yang membawa bola memasuki sepertiga lapangan depan. Alvaro Morata sebagai ujung tombak tak jarang juga turun menjemput bola.
Namun, daya tarik besar dihasilkan dua sayap ofensif. Lamine Yamal di kanan dan Nico Williams di kiri, dengan total usia 37 tahun, sering membuat pengawalnya kewalahan, tak terkecuali tim dengan pertahanan kuat seperti Italia. Yamal menjadi pemain terbaik di laga pertama kontra Kroasia. Williams didaulat sebagai penampil terbaik di Gelsenkirchen.
Tak berlebihan bila mengatakan bahwa Spanyol menjadi tim yang paling berhasrat menyerang saat ini. La Roja pun menjadi tim kedua yang memastikan diri lolos ke perdelapan final dengan dua kemenangan setelah Jerman dari Grup A.
Sejak 2016, Spanyol selalu kandas di 16 besar Piala Dunia dan Euro, kecuali semifinal 2020. Namun, La Furia Roja tidak lagi menakutkan lawan. Wajah mereka tampak sangat berbeda tahun ini.
Permainan operan yang dikenal sebagai tiki-taka masih menjadi inti permainan La Roja. Menekan lawan dengan garis pertahanan tinggi juga tidak ditinggalkan.
View this post on Instagram
Namun, kini Spanyol menambah dengan segi yang lebih pragmatis dalam upaya menciptakan lebih banyak peluang. Dribel dari lini kedua, irisan para sayap, atau tembakan jarak jauh mulai lumrah terlihat dari Rodri cs. Dominan dalam penguasaan bola tidak lagi menjadi tujuan utama.
Luis de la Fuente layak dinilai tinggi untuk kiprah luar biasa Spanyol dengan perubahan yang mengundang decak kagum sejauh ini. Sosok berusia 63 tahun itu menerima tanggung jawab menangani Spanyol senior pada 2022. De la Fuente pernah membawa Spanyol U-21 menjuarai turnamen Eropa. Namun, klub level atas yang pernah ia tangani adalah Alaves, itu pun hanya bertahan tiga bulan.
Tangan dinginnya terasa di Spanyol. Tahun lalu, ia membawa Si Merah ke gelar UEFA Nations League. Keyakinan pada diri De la Fuente membesar.
“Performa terbaik Spanyol sejak saya datang melatih,” ucap De la Fuente seperti dikutip BBC. “Langit adalah batasan kami,” lanjut eks bek yang pernah mengantar Athletic Bilbao dua kali juara La Liga (1982-83 dan 1983-84) dan Copa del Rey 1983-84 itu.
Sejauh mana kelanjutan kiprah Spanyol? Final atau bahkan kampiun lagi?
View this post on Instagram