Raut wajah Kevin De Bruyne tampak berubah ketika mendapat pertanyaan dari salah satu jurnalis di sesi jumpa pers usai laga perempat final Euro 2024 antara Prancis versus Belgia, Senin (1/7). Skuat Les Blues menang tipis 1-0 atas Red Devils dan berhak melaju ke babak perempat final.
“Kevin, apakah menyakitkan generasi emas lagi-lagi gagal mencapai babak final,” tanya sang reporter.
“Apa yang Anda maksud generasi emas? Anda kira Prancis, Inggris, Spanyol, dan Jerman bukan generasi emas?” timpal De Bruyne dengan nada meninggi sambil meninggalkan ruangan.
Beberapa jurnalis lain bahkan masih sempat mendengar sang kapten berlalu sambil ngedumel: “Dasar bodoh.”
*Awal mula generasi emas Belgia
Begitu takluk dari Brasil di babak 16 besar Piala Dunia 2002, Belgia melakukan reformasi serius. Apalagi, tak lama berselang, beberapa sosok senior seperti Marc Wilmots, Timmy Simons, Jacky Peeters, juga memutuskan pensiun dari timnas.
Lalu, mencuatlah sosok Michel Sablon, salah satu mantan pemain era 70-an, yang secara karier sebenarnya tak terlalu mentereng. Kala itu, ia lebih dikenal sebagai mantan staf pelatih timnas Belgia di Piala Dunia 1986, 1990, 1994.
Kala diangkat menjadi Belgian Football Director pada 2006, ia membuat kebijakan dengan memperluas pencarian bakat-bakat muda hingga ke Jerman dan Belanda. Selain itu, metode pendekatan ilmiah juga lebih masif diinstal ke seluruh akademi sepak bola dalam negeri.
Hasilnya mulai tampak di skuat Belgia U-21 yang tampil di Olimpiade Beijing 2008. Tim itu dihuni nama-nama seperti Vincent Kompany, Thomas Vermaelen, Marouane Fellaini, Jan Vertonghen, dan Kevin Mirallas. Mereka finis di peringkat empat usai takluk 1-4 dari Nigeria di semifinal dan kalah 0-3 dari Brasil di perebutan medali perunggu.
Begitu Olimpiade usai, perjalanan karier beberapa pilar tim menanjak karena bergabung ke Premier League. Diawali Kompany yang bergabung ke City dan menjadi pemain Belgia pertama di kasta tertinggi Inggris tersebut, lalu menyusul Fellaini yang gabung ke Everton dan Vermaelen yang merapat ke Arsenal (2009).
Begitu Belgia tampil di sepanjang babak kualifikasi Piala Dunia 2014, kekuatan skuat makin lengkap dengan kehadiran Thibaut Courtois, Mousa Dembele, Axel Witsel, Eden Hazarad, Romelu Lakuku, dan tentu saja – the one and only – Kevin De Bruyne. Begitu Belgia akhirnya tampil di Brasil 2014, publik pun melabeli mereka sebagai generasi emas.
*Kiprah generasi emas
- Piala Eropa 2016
Pada turnamen mayor perdana, skuat generasi emas Belgia itu bisa melangkah cukup jauh, yakni hingga ke semifinal, sebelum akhirnya takluk dari Argentina lewat gol tunggal Gonzalo Higuain.
Belgia lalu menutup tahun 2014 dengan menduduki rangking FIFA tertinggi sepanjang sejarah mereka, yakni peringkat empat, hingga akhirnya naik ke peringkat teratas sekitar setahun kemudian. Namun, status mentereng itu tak lantas sejalan dengan prestasi yang mereka jajaki.
Pada Euro 2016 selaku turnamen perdana mereka sebagai tim peringkat satu dunia, De Bruyne dkk. cuma bisa melangkah hingga babak 16 besar. Mereka secara mengejutkan takluk dari 1-3 dari Wales.
- Piala Dunia 2018
Berhubung beberapa pilar seperti De Bruyne, Hazard, dan Lukaku mulai memasuki usia emas jelang bergulirnya Piala Dunia 2018, harapan untuk juara juga makin tinggi.
Tanda-tanda keberhasilan sempat nampak di awal-awal turnamen. Selain lolos dengan mudah dari fase grup dengan memborong tiga kemenangan (termasuk menang 1-0 atas Inggris), Belgia bisa menang comeback 3-2 lawan Jepang di babak 16 besar dan menekuk tim kuat Brasil 2-1 di perempat final.
Namun, langkah meyakinkan itu kembali terhenti sebelum sampai ke final. Mereka takluk 0-1 di semifinal dari Prancis yang juga tengah memulai generasi emas berkat kemunculan Kylian Mbappe. Prancis akhirnya keluar sebagai juara.
Satu-satunya hiburan di Piala Dunia 2018 tersebut adalah keberhasilan De Bruyne dkk. mengalahkan Inggris 2-0 di laga perebutan medali perunggu. Kedua gol Belgia tersebut dicetak Thomas Meunier dan Hazard.
- Piala Eropa 2021
Mayoritas personil skuat Belgia di bawah komando pelatih Robert Martinez, sedang matang-matangnya di Euro 2021. Mereka tampil meyakinkan dengan memborong tiga kemenangan di fase grup dan berlanjut kemenangan 1-0 atas juara bertahan, Portugal, di babak 16 besar.
Namun, giliran Italia yang menghadang mereka di babak perempat final. Tertinggal dua gol lebih dulu lewat gol Nicolo Barella (31’) dan Lorenzo Insigne (44’), Belgia sempat memperkecil ketertinggalan menjadi 1-2 sebelum turun minum berkat gol penalti Lukaku (45’).
Sayangnya di babak kedua, gol penyeimbang tak kunjung tiba hingga laga usai lantaran skuat Azzurri asuhan Roberto Mancini tetap tampil tenang.
Upaya Belgia untuk mengejar gol penyeimbang juga tak terlalu kentara di babak kedua. Skuat Azzurri asuhan Roberto Mancini tetap tampil tenang dengan terus mengimbangi persentase penguasaan bola (53% berbanding 47%) dan peluang (5 berbanding 5). Italia akhirnya keluar sebagai juara dengan mengalahkan Inggris di final lewat adu penalti.
- Piala Dunia 2022
Perjalanan Belgia di Piala Dunia 2022 lebih memilukan lagi. Tergabung di Grup F bersama Marokko, Kroasia, dan Kanada, mereka malah gugur di fase grup.
Setelah menang tipis 1-0 atas Kanada di laga pembuka, De Bruyne dkk. justru takluk 0-2 dari Marokko (0-2) dan ditahan imbang 0-0 oleh Kroasia. Marokko dan Kroasia lolos ke babak 16 besar.
- Berakhirnya era di Euro 2024
Setelah Kompany mundur dari timnas di tahun 2020, lalu menyusul Hazard (2022), tinggalah De Bruyne, Lukaku, Vertonghen, dan Axel Witsel yang tersisa di skuat Euro 2024.
Berhubung keempatnya sudah menginjak kepala tiga (De Bruyne/33 tahun, Lukaku/31 tahun, Vertonghen 37 tahun, Witsel 34 tahun), media-media Eropa menilai Euro 2024 ini sebagai kesempatan terakhir bagi sisa-sisa skuat generasi emas Belgia untuk bisa mencicipi gelar juara. Nyatanya, harapan itu tak juga terwujud.
View this post on Instagram