Benturan dua klub tersukses di Liga Champion berakhir buruk buat raksasa terhebat soal koleksi gelar. Pahit buat Real Madrid, kekalahan dari AC Milan mereka derita di Santiago Bernabeu, dan gagal bangkit dari kemalangan di laga terakhir.
Pertandingan pekan keempat Liga Champion fase liga pada Selasa (5/11) ini menarik atensi. Kedua kubu merupakan dua pengumpul gelar terbanyak di kompetisi wahid ini.
Madrid dijagokan karena tampil di rumah. Meski begitu, terakhir kali Los Merengues tampil di kandangnya adalah ketika keok 0-4 dari Barcelona dua minggu lalu.
Akhir pekan lalu, Madrid tidak bisa bertandang ke Valencia karena bencana banjir bandang. Madrid hanya sedikit menampilkan tanda bangkit dari kekalahan pahit di el clasico, yang merupakan salah satu dari lima segmen utama dari laga ini.
Perdana Thiaw
Milan datang dengan performa kurang stabil baik di ajang yang sudah tujuh kali mereka taklukkan ini maupun di Serie A. Namun, pasukan besutan Paulo Fonseca ini bak mencium gelagat lesu di kubu tuan rumah hingga menekan sejak peluit tanda awal duel berbunyi.
Saat duel baru berlangsung 12 menit, Malick Thiaw mengejutkan publik Bernabeu dengan menyundul keras tendangan sudut Christian Pulisic (12′). Fakta bahwa gol itu merupakan yang pertama dibuat bek tengah asal Jerman itu untuk Rossoneri boleh jadi meroketkan semangat timnya.
Panenka Vini
Kekalahan di el clasico berlanjut dengan mogok hadir di Ballon d’Or yang ditampilkan Madrid. Aksi itu adalah wujud solidaritas terhadap Vinicius Junior yang mereka anggap terpantas meraih bola emas.
Bernabeu bersorak lagi ketika Vini sukses mengambil tendangan 11 meter (23′). Wasit memberikan penalti setelah Emerson Royal menjatuhkan Vini. Klaim Madrid soal kelayakan sang sayap Brasil sebagai pemain terbaik dunia tampak terlihat dari eksekusi secara percaya diri dengan panenka.
Papar Lengah Lagi
Vini memperlihatkan kualitas, tapi Madrid tidak bisa meluruhkan kepercayaan diri tamu. I Rossoneri kembali mampu memapar kelengahan Los Blancos.
Dari kesalahan Aurelien Tchouameni, tembakan Rafael Leao ditepis Andriy Lunin. Namun, kiper Ukraina itu tak kuasa menahan sodokan Alvaro Morata (39′) ke gawang eks klubnya. Madrid menjadi kubu yang paling sering dijebol kapten timnas Spanyol itu, yakni sebanyak tujuh kali, dibandingkan dengan klub-klub lain.
Balik Dominasi, tapi Tak Efektif
Arsitek Madrid yang pernah memperkuat dan melatih Milan, Carlo Ancelotti, memasukkan Eduardo Camavinga dan eks Rossoneri, Brahim Diaz, usai turun minum. Madrid bisa lebih mendominasi.
Di babak kedua, Madrid mencatat 66% penguasaan bola, berbanding 48% di paruh pertama. Di paruh kedua itu, El Real membuat 4 tembakan ke gawang, tapi dari 15 percobaan. Padahal, mereka bisa melepaskan 6 shot on goal dari 8 tembakan.
Ketiga Rossoneri
Milan lebih efektif di babak kedua, dengan hasil 3 shot on goal dari 5 tembakan saja. Di babak pertama, Diavolo Rosso melepaskan setengah lusin tembakan ke sasaran dari 9 usaha.
Efektivitas itu berbuah gol ketiga. Lesatan di sayap kiri dilanjutkan Leao dengan assist. Tijjani Reijnders, kakak dari pemain Indonesia, Eliano Reijnders, bisa menembakkan bola melewati celah di antara dua kaki Lunin (73′).
Langkah Ancelotti memasukkan Rodrygo dan Fran Garcia untuk menambah daya gedor sempat berbuah gol Antonio Rudiger (81′). Namun, VAR mendapati off-side.
Usai Laga: Blancos Krisis Sejak El Clasico, Rossoneri Tampil Berani
Ancelotti mengakui skuadnya belum bisa bangkit dari keterpurukan. Repotnya, lini serangan yang juga berisi Kylian Mbappe dan Jude Bellingham kembali tidak bisa menutupi kelemahan defensif. Selain Vinicius, lini serang mewah itu tampil sunyi.
“Kita tidak melihat reaksi dan masalah serupa tampak sejak kekalahan dari Barcelona. Kami kurang solid di pertahanan, kerap tidak seimbang saat serangan balik. Kami harus memperbaikinya untuk menjadi lebih solid dan berusaha keras memenangi bola sehingga tidak sedemikian rapuh,” ucap Ancelotti kepada Sky Sports Italia seperti dikutip Football Italia.
Kedua klub kini sama-sama mengumpulkan enam angka dari empat partai. Mereka saat ini berada di zona play-off. Bagi Milan, hasil ini merupakan kejutan besar.
“Saya pikir kami menang kerena para pemain memiliki keberanian datang ke sini dan menampilkan permainan mereka tanpa takut terhadap apa pun,” ujar Fonseca soal resep kejutan Milan.
“Kami ingin menguasai bola, bisa menghadirkan banyak hal hebat di babak pertama, dan kemudian agak sulit setelah jeda. Namun, kami dapat menjaga kekompakan dan sungguh layak menang. Bukan hanya kami mencetak tiga gol, tapi juga karena menyajikan banyak kualitas,” lanjutnya.
View this post on Instagram