Roberto Martinez menjadi markah era baru Portugal. Bisa semantap apa Selecao das Aquinas di tangan Martinez? Sambil menunggu jawabannya, keriuhan sudah muncul seputar bintang lama.
Era Fernando Santos selesai setelah 109 pertandingan sejak September 2014. Pelatih kawakan itu sudah mempersembahkan Euro 2016 dan Nations League 2019, dua gelar pertama bagi Portugal.
Sebagai ganti Santos, Roberto Martinez ditunjuk menangani Portugal per Januari 2023. Seperti Santos, Martinez juga berhenti dari pekerjaan sebelumnya di Piala Dunia 2022.
Martinez telah enam tahun menukangi Belgia. Masa kepelatihannya dilumpahi talenta-talenta menjanjikan seperti Kevin de Bruyne, Eden Hazard, Thibaut Courtois, sampai Romelu Lukaku. Belgia finis di peringkat ketiga Piala Dunia 2018.
Akankah Martinez membawa angin segar buat Portugal pasca-Santos?
Pendekatan permainan Martinez, seperti terlihat di Belgia, akan berbeda dengan Santos yang menginginkan pergerakan bola yang cepat ke depan. Martinez meminati pergeseran bola perlahan dari belakang dengan penguasaan bola yang tinggi.
Martinez ditengarai juga akan memainkan tiga bek, sesuatu yang akan menjadi baru di Portugal. Martinez menerapkan pola tiga bek ini di 75 dari 79 laga Belgia di tangannya. Akan menarik bagaimana lini belakang Portugal beradaptasi dengan skema ini.
Di luar segi teknis, Martinez belum apa-apa sudah menunjukkan tanda kurang percaya diri menatap dua laga Grup J kualifikasi Euro 2024 melawan dua tim kecil, Lichtenstein (pada Kamis [23/3] dan Luksemburg. Mantan pelatih Wigan itu memanggil kembali Cristiano Ronaldo ke dalam skuad Portugal.
Banyak pihak yang berpendapat bahwa peran Ronaldo di Portugal, baik di dalam maupun di luar lapangan, sudah harus berkurang. Bahkan, tidak sedikit yang beropini bahwa Portugal sudah mesti move on tanpa Ronaldo di dalamnya.
Di Qatar 2022, eks pemain Real Madrid itu dianggap sebagai sosok yang merusak kesatuan Seleccao. Ronaldo disebut lebih berminat mengejar rekor demi rekor pribadi di atas kepentingan tim. Saat kiprahnya standar saja di putaran final itu, Ronaldo tidak merespons secara baik pencadangan dirinya oleh pelatih Fernando Santos.
Sebelum ke Qatar, Ronaldo dinilai mengalami penurunan performa yang membawanya menghangatkan bangku cadangan Manchester United. Interviu yang membuatnya terlempar dari United menjadi kelanjutan gelagat keegoisan pemain berusia 38 tahun itu.
Seturut merosotnya pamor Ronaldo di Portugal, Bruno Fernandes tampil sebagai pemimpin baru di Selecao das Aquinas. Hal serupa juga terjadi di Man. United.
Memanggil Ronaldo menandakan Martinez belum melupakan masa lalu. Masih ada kesempatan buat pelatih asal Spanyol itu untuk melangkah maju, yaitu dengan mencadangkan sang bintang lawas. Mari nantikan apakah Martinez berani melakukannya saat Portugal menghadapi Lichtenstein. Martinez perlu belajar dari pelatih baru United, Erik ten Hag, yang tidak sungkan menepikan bintang untuk kepentingan tim.
Di samping Ronaldo, Martinez bisa melihat sekian banyak pemain bagus di Selecao. Buat pengisi posisi ujung tombak, Martinez memiliki pemain yang lebih segar dan tajam di level atas alih-alih bersikukuh memasang Ronaldo di sana.
Goncalo Ramos dipandang lebih mumpuni sebagai ujung tombak. Ramos bersinar musim ini bersama Benfica. Penyerang berusia 21 tahun itu telah mencetak 24 gol dari 36 penampilan berseragam merah As Aguias di semua kompetisi. Di Liga Champion, Ramos mendongkrak performa Benfica hingga bisa mencapai perempat final sejauh ini.
Menurut Opta, sisi penting dari Ramos adalah kemampuannya mencari posisi untuk mencetak gol. Rata-rata gol non-penaltinya 0,92 per laga, lebih tinggi 0,39 dari semua pemain di Primeira Liga Portugal.
Kebetulan Ramos pernah menggantikan Ronaldo dan segera menunjukkan bukti kesahihan menjadi penerus CR7. Saat menggeser Ronaldo dari sebelas awal Portugal meladeni Swiss di perdelapan final Piala Dunia 2022, Ramos mencetak trigol. Ia pun menjadi pengukir hattrick pertama buat Portugal di fase gugur putaran final Piala Dunia setelah Eusebio di Inggris 1966.
Kira-kira Martinez sudah bisa move on?