Sevilla tidak hanya membuktikan kapasitas mereka selaku penguasa Liga Europa, tapi juga lawan yang layak meredam United. Di sisi lain, ada pula kisah heroik wakil-wakil Italia yang lolos dari lubang jarum.
Fan Manchester United boleh saja berharap, akan tetapi fakta sejarah mengurungkan asa. Hanya berbekal hasil imbang 2-2 kala menjadi tuan rumah di leg pertama, United mengemban tugas berat saat ganti bertandang ke Sevilla, Jumat (21/4).
Tak sedikit yang memprediksi United bakal kesulitan, termasuk tim Jebreeetmedia dan salah satu pandit DPI, Sapto Haryo Rajasa. Catatan sejarah menjadi salah satu pertimbangan utama.
Prediksi itu menjadi realita. United dibantai tiga gol tanpa balas lewat dua gol Youssef En Nesyri dan gol Loic Bade. Bagaimana dua dari tiga gol Sevilla itu lahir karena blunder Harry Maguire (gol pertama) dan David De Gea (gol ketiga), membuat kegagalan ini terasa makin pahit.
Pada dasarnya, Sevilla memang begitu identik dengan Liga Europa, khususnya jika sudah melangkah ke semifinal. Dari enam kesempatan sebelumnya maju ke empat besar, Sevilla selalu berhasil keluar sebagai juara. Total enam gelar dalam 17 tahun terakhir itu juga menjadi jumlah gelar terbanyak yang berhasil diraih satu klub.
Fakta lain yang tak bisa dihindari United adalah bagaimana mereka kerap tak berdaya tiap kali bersua Sevilla di kancah Eropa. Menurut Squawka, United tak pernah menang dari sang lawan dari total lima pertemuan. Rinciannya berupa tiga kekalahan dan dua hasil imbang.
Tradisi ketidakberdayaan Setan Merah tiap kali bersua wakil Spanyol di fase knockout Eropa juga turut memojokkan. Sempat muncul harapan bahwa jinx itu tak akan mempan musim ini lantaran United sudah lebih dulu menyingkirkan Barcelona dan Real Betis di fase sebelumnya.
Hanya saja, kehebatan itu seperti kembali luntur di tangan Sevilla. Secara beruntun, ini merupakan yang keenam kalinya Manchester Merah disingkirkan tim-tim Matador (*Lihat boks)
*Dua wakil Italia melaju
Kalau kegagalan United sedikit-banyak sudah terprediksi, maka yang agak mengejutkan justru soal keberhasilan dua wakil Italia melaju, yakni Juventus dan AS Roma. Dibilang mengejutkan karena kedua tim sampai harus tampil habis-habisan di leg kedua.
Usaha Juventus masih agak sedikit lebih ringan dibanding Roma. Berbekal keunggulan 1-0 di leg pertama, kubu Si Nyonya Tua sukses memaksa tuan rumah, Sporting Lisbon, bermain imbang 1-1.
Juve unggul lebih dulu lewat gol Adrien Rabiot saat laga belum berjalan 10 menit. Gelandang Prancis itu memanfaatkan sebuah kemelut dari sepak pojok. Namun, Sporting membalas 10 menit kemudian lewat gol Marcus Edward dari titik putih.
Setelah gol penyeimbang itu, Sporting makin bernafsu menggempur Juve. Dominasi laga berkat persentase 59% berbanding 41% penguasaan bola menjadi bukti hasrat tuan rumah untuk terus mengurung Angel Di Maria dkk.
Akan tetapi, anak-anak asuh Massimiliano Alegri bisa bertahan dengan sangat solid dan memaksa skor 1-1 bertahan hingga akhir laga. Juve lolos lewat keunggulan agregat 2-1.
Perjuangan lebih dramatis disajikan AS Roma kala menjamu Feyernoord. Pasalnya, skuat asuhan Jose Mourinho itu wajib mengejar ketertinggalan agregat 0-1.
Sempat unggul berkat gol Leonardo Spinazzola di menit 60’, publik Olimpic harus kembali was-was ketika Feyenoord menyamakan kedudukan di menit 78’ lewat gol Igor Paixao.
Alhasil, Roma terus menggempur di sisa 10 menit terakhir. Hingga akhirnya Paulo Dybala mengembalikan keunggulan Roma di menit 89’ dan memaksa laga berlanjut ke babak tambahan.
Di babak tersebut, anak-anak asuh Jose Mourinho sudah kadung membara. Mereka sukses membuat dua gol tambahan lewat gol Stephan El Shaarawy (101’) dan Lorenzo Pellegrini (109’) guna memastikan tiket ke semifinal.
Meski terkesan dramatis, Roma memang layak menang, terutama jika mengacu pada data statistik. Menurut Flashscore, I Giallorossi melepaskan 34 tembakan di mana 12 di antaranya merupakan shot on target. Jumlah itu dua kali lipat lebih banyak dibanding catatan Feyenoord (15 tembakan dan 6 shot on target).
Satu tim lain yang lolos ke semifinal adalah Bayer Leverkusen. Wakil Jerman itu berhasil menaklukkan tuan rumah Royale Union (Belgia) dengan skor 1-4 (agregat 5-2).
Keberhasilan itu melanjutkan performa bagus Leverkusen di bawah komando pelatih Xabi Alonso. Mereka belum terkalahkan di 12 laga terakhir semua ajang. Popularitas Alonso juga ikut terdongkrak karena ini merupakan keberhasilan pertama Leverkusen lolos ke semifinal di kancah Eropa sejak 21 tahun.
Di semifinal, Juventus akan bersua Sevilla, sementara Roma akan menjajal Leverkusen.